Harga Pupuk Naik, Petani Kian Sulit
rakyatbengkulu.com, CURUP - Kenaikan harga pupuk subsidi maupun non subsidi tingkat eceran, makin membuat sulit kalangan petani.
Pupuk jenis urea Subsidi misalnya, di tingkat eceran sekarang sudah dijual Rp 1.800/Kg. Naik Rp 300/Kg, dari harga jual sebelumnya yang hanya Rp 1.500/Kg.
Sedangkan pupuk urea non subsidi, di tingkat eceran mencapai Rp 8.000/Kg. Sebelumnya hanya Rp 6.000/Kg.
BACA JUGA : Minyak Goreng Naik, Pedagang Serba Salah
Mengenai hal ini, Dinas Pertanian dan Perikanan (Distanak) Kabupaten Rejang Lebong (RL), meminta petani agar tergabung dengan kelompok tani (Poktan).
Tergabung dalam Poktan, tentunya berpeluang mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan kabupaten RL, Selasa (2/11) Suherman SP M.si kepada rakyatbengkulu.com mengatakan Poktan di RL mencapai 2.000 kelompok.
Namun yang aktif, sekitar 1.000 atau berkisar 50 persen saja.
Sehingga masih banyak petani, yang belum tergabung di dalam kelompok tani
"Kita mendorong petani membentuk Gapoktan (kelompok tani). Keberadaan kelompok tani yang ada di tengah masyarakat ini selain harus memiliki pengurus dan anggota. Teregister di kecamatan dan juga harus terdaftar Sistem Informasi Manajemen Penyuluhan Pertanian (Simluhtan) Kementerian Pertanian. Sehingga bisa mendapatkan bantuan maupun pupuk bersubsidi dari pemerintah " papar Suherman.
Untuk tahun ini sendiri sambung Suherman, Kabupaten RL mendapatkan bantuan dari kementerian pertanian senilai Rp 4 Miliar.
Bantuan berupa pupuk organik hayati cair, yang telah dibagikan ke kelompok tani yang ada.
BACA JUGA: Harga Sawit Naik, Sayang Pupuk juga Ikut-ikutan
"Termasuk pupuk bersubsidi pemerintah yang harganya lebih terjangkau daripada pupuk non subsidi yang mengalami kenaikan. Bantuan mendorong angka produktivitas hasil pertanian holtikultura, minimal bisa membantu para petani yang ada yang tergabung dalam Gapoktan " sambung Suherman.
Tumpang Sari
Petani lanjutnya, juga harus berinovasi dalam penanaman sayur mayur yang ada, sehingga tidak terjadi over kapasitas hasil pertanian.
"Kita juga sudah mendorong para petani melalui penyuluh pertanian. Agar para petani tidak menanam satu jenis tanaman, atau biasa disebut tumpangsari. Supaya tidak over kapasitas. Termasuk melakukan kerjasama dengan para pengepul hasil pertanian. Sehingga bisa mengimbangi angka produktivitas hasil pertanian termasuk antisipasi harga pupuk yang terus naik," demikian Suherman. (**/red)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: