Prospek Cerah Investasi Bidang Kesehatan di Era Menko Marves Luhut
BENGKULU, rakyatbengkulu.com – Sebelum pandemi Covid-19 melanda banyak orang Indonesia bolak-balik ke negara tetangga untuk medical check-up.
Dulu mungkin banyak orang Indonesia yang kurang percaya dengan pelayanan kesehatan di Indonesia. BACA JUGA: luhuut Jaring Lulusan S1 Berkualitas Bekerja di Perusahaan Kelas Dunia
Namun sekarang, mau ke luar negeri susah. Peluang ini yang ditangkap pemerintah.
Pemerintah pun kini terus menggencarkan upaya pengembangan wisata kesehatan atau medical tourism.
Apalagi saat ini kesadaran masyarakat Indonesia pada bidang kesehatan juga sudah menunjukkan tren positif.
Pandemi Covid-19 memang memukul perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Meski demikian di tengah perekonomian yang anjlok, beberapa sektor usaha justru mengalami pertumbuhan. Salah satunya sektor kesehatan.
Secara tak terduga, pandemi Covid-19 justru membuka mata masyarakat akan pentingnya sektor kesehatan. Seperti obat-obatan, perangkat medis, termasuk tenaga kesehatan.
Hal ini pun akhirnya mendorong banyak negara untuk berinvestasi lebih besar pada program kesehatan.
Termasuk Indonesia.
Kini peluang investasi kesehatan di Indonesia pun dibuka lebar seiring upaya pemerintah untuk menekan impor produk kesehatan.
Harus diakui, selama ini Indonesia masih mengandalkan produk impor untuk memenuhi kebutuhan alat kesehatan.
Data selama 2 tahun terakhir menunjukkan, pertumbuhan impor Indonesia hingga 10 persen mencapai US$703 juta pada 2020.
Terutama impor alat kesehatan yang terus mengalami peningkatan.
Seperti produk Electrodiagnosis Devices tercatat impor mencapai US$87 juta, Ultrasonic Scanning Devices sebesar US$70 juta serta Needles, Catheters, dan Cannula tercatat sebesar US$43 juta.
Terpusat di Pulau Jawa
Potensi pengembangan industri kesehatan di Indonesia cukup besar.
Hal ini diakui Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan saat berdialog dengan Komisaris Utama PT WSM Dahlan Iskan bersama 220 direktur, general manager, hingga pemimpin redaksi yang tergabung dalam Disway National Network, Senin (10/1). BACA JUGA: PT SIL Tak Akui Data Kementerian LHK
Dalam pemaparannya Luhut didampingi Deputi Koordinasi Bidang Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto bersama Staf Khusus Menko Maritim dan Investasi M. Firman Hidayat.
“Selama ini, jumlah rumah sakit dan dokter di Indonesia masih terpusat di Pulau Jawa yakni sebesar 64 persen. Diantaranya merupakan rumah sakit swasta dan 92 persen tidak terikat,” beber Menko Marves.
Data Kementerian Kesehatan pada 2019 terdapat 2.465 rumah sakit di Indonesia, 51.398 dokter dan 29.613 dokter spesialis. Ketersediaan rumah sakit di Indonesia didominasi oleh keberadaan rumah sakit swasta dengan proporsi sebesar 64 persen dari total rumah sakit.
“Sementara belanja kesehatan Indonesia merupakan yang terendah dibandingkan negara-negara Asia lainnya yakni hanya 2,9 persen, dari total PDB 1,2 tempat tidur per seribu penduduk.
Serta dokter 0,4. Ini yang membuat masyarakat Indonesia berobat ke luar negeri,” paparnya.
Sedangkan belanja kesehatan negara lain seperti Jepang 11,1 persen, Korea Selatan 8,0 persen, Cina 5,1 persen.
Malaysia 3,9 persen, Thailand 3,7 persen, dan India 3,5 persen.
“Dengan jumlah yang terendah di antara negara Asia, sistem layanan kesehatan Indonesia memiliki banyak ruang untuk berkembang,” nilainya.
Pengembangan Pariwisata Medis
Pengembangan pariwisata medis di Indonesia juga didukung oleh tingginya permintaan terhadap layanan kesehatan yang berkualitas dari dalam negeri.
Selama ini masyarakat lebih memilih berobat ke luar negeri tentu dengan alasan kualitas.
PricewaterhouseCoopers (PwC) pada 2015 telah melakukan analisis.
Hasilnya, tercatat sebanyak 600.000 orang Indonesia merupakan wisatawan medis.
Indonesia menjadi yang terbesar mengalahkan Amerika Serikat dengan 500.000 orang, yang melakukan perjalanan wisata medis. BACA JUGA: Gencar Vaksinasi, Kiat Pemerintah Tekan Covid-19
“Sementara, berdasarkan rilis Bank Dunia pada tahun 2018, sekitar 60 persen turis medis di Malaysia berasal dari Indonesia. Sedangkan di Singapura, sekitar 45 persen turis medis berasal dari Indonesia,” ungkapnya.
Kemenko Marves telah memetakan wilayah di Indonesia yang cocok dijadikan sebagai kawasan wisata medis.
Terdapat 10 wilayah utama dimana pengeluaran outbound merupakan yang tertinggi untuk wisata medis diharapkan di masa depan.
Yakni Jakarta, Medan, Bali, Riau, Kepulauan Riau, Balikpapan, Samarinda, Makassar, Palu, dan Palembang.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Roland Berger, Jakarta, Medan, dan Bali terpilih sebagai kota yang berpotensi untuk dijadikan sebagai daerah pengembangan wisata medis di Indonesia.
“Pengembangan pariwisata medis di Bali sangat memungkinkan melihat potensi yang telah ada selama ini,” katanya.
Bali memiliki 71 rumah sakit dengan 19 rumah sakit menerima pasien Covid 19. Kemudian terdapat 971 dokter, dan 1.669 dokter spesialis.
Selain pengobatan konvensional, Bali juga memiliki banyak pengobatan alternatif seperti akupuntur, pengobatan hipnosis, dan alternatif wisata penyembuhan kesehatan alami lainnya yang ramai dikunjungi oleh wisatawan.
“Sebagian besar wisata medis di Bali berada di Ubud, namun kini telah menyebar di daerah Canggu, serta Bali bagian utara,” imbuhnya.
Fokus Layanan Kesehatan Khusus dan Terjangkau
Terdapat lima langkah untuk masuk ke dalam rumah sakit internasional di Bali. Yakni fokus kepada layanan kesehatan yang khusus dan terjangkau.
Kemudian menjalin kerja sama dengan pemain lokal.
Hal ini bisa dimulai di kota dengan daya beli dan gap permintaan-penawaran yang tinggi.
“Lalu melakukan rekruitmen star doctor dengan menjalin kerja sama dengan universitas untuk fasilitasi penelitian dokter dan peluang pendidikan khusus.
Menyediakan peralatan dan pelatihan berkualitas tinggi. Kemudian manajemen modal kerja dan pemantauan bed turnover,” paparnya.
Dibeberkan, rencana pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pariwisata medis Sanur Bali diperkirakan mencapai area total seluas lebih dari 41 hektare.
Pengembangan KEK Sanur akan melalui berbagai tahapan.
Dimulai dari pengembangan rumah sakit dan renovasi hotel, hingga pengembangan kawasan yang mampu menarik kunjungan dari profil pengunjung baru. BACA JUGA: Pulihkan Ekonomi, Pemerintah Siapkan Tiga Strategi
Rencana jangka pendek (konstruksi 2021-2023) dengan pembangunan rumah sakit dan renovasi hotel.
Jangka menengah (konstruksi 2024-2025), berupa ekspansi pelayanan dan fasilitas.
Jangka panjang (konstruksi 2027-2028) yakni operasional penuh. (rei)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: