Menyeimbangkan Antara Pemajuan Ekonomi dan Transisi Energi
Menyeimbangkan antara pemajuan ekonomi dan transisi energi.--ANTARA
Menyadari hal tersebut, Indonesia memiliki strategi untuk menyiasati antara pemajuan ekonomi dan transisi energi, agar kontribusi perekonomian dari sektor pertambangan tetap tinggi, serta visi karbon bersih tahun 2060 bisa terwujud.
Memiliki Cara Sendiri
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dengan tegas menekankan Indonesia akan terus mengupayakan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dan mewujudkan nol emisi karbon sesuai kesepakatan global.
BACA JUGA:Waspada, Ini 4 Jenis Makanan yang Wajib Dihindari Pengidap Kolesterol Tinggi
BACA JUGA:Gempa Magnitudo 5,4 Guncang Bengkulu Selatan, Dirasakan di Beberapa Wilayah
Namun dalam pelaksanaannya, Indonesia sebagai negara yang berdaulat penuh menggunakan cara sendiri, bukan menggunakan basis standar (baseline) dari negara-negara maju.
Selama teknologi dari pengembangan EBT masih mahal, dan ekonomi Indonesia belum kuat, pemerintah akan terus menyesuaikan diri dengan kondisi domestik, serta mengutamakan potensi yang ada untuk kesejahteraan masyarakat.
Hal itu karena dalam proses transisi energi membutuhkan biaya yang cukup besar, dengan akumulasi pengembangan elektrifikasi untuk energi surya, geothermal, bayu atau angin, biofuel, serta hidro mencapai 1 triliun dolar AS atau sekitar Rp15.439 triliun.
Siasat yang dilakukan oleh Indonesia antara lain yakni dengan menerapkan proses transisi energi dari fosil ke arah yang lebih hijau secara bertahap.
BACA JUGA:Spesifikasi dan Pajak Tahunan Toyota Rush 2024, Mobil Terlaris dengan Harga Terjangkau
BACA JUGA:Smartphone Intel S25 Ultra, Inovasi Terbaru dengan Performa Canggih
Pemerintah telah menetapkan strategi transisi energi bertahap melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Dalam rencana tersebut, ditargetkan bahwa hingga tahun 2030, bauran energi nasional untuk elektrifikasi akan terdiri dari 48 persen energi fosil dan 52 persen energi baru terbarukan.
Dalam RUPTL itu pemerintah menetapkan bahwa pertumbuhan listrik rata-rata 4,9 persen per tahun, melakukan penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 40,6 gigawatt, menambah jaringan transmisi sepanjang 47.723 kilometer sirkuit, serta melakukan penambahan transformator gardu induk sekitar 76.662 meter volt ampere (MVA).
Selanjutnya penambahan jaringan distribusi sepanjang 456.547 kilometer sirkuit, dan penambahan transformator gardu induk sekitar 31.095 MVA.
Untuk meningkatkan bauran elektrifikasi energi baru terbarukan (EBT), RUPTL menekankan pentingnya inovasi melalui pencampuran batu bara dengan biomassa atau sampah kota (co-firing).
BACA JUGA:Ustadz Adi Hidayat Klarifikasi Isu Menjadi Utusan Khusus Presiden
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: