Tragis! Ini Sosok AAP Remaja di Pati Diarak Warga Setelah Ketahuan Mencuri Pisang untuk Adiknya

Kisah pilu seorang remaja di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang terpaksa mencuri pisang--Dok/rb
RAKYATBENGKULU.COM - Seorang remaja berinisial AAP (17), warga Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati, harus menanggung beban hidup yang berat di usia muda.
Ia dan adiknya hidup dalam kondisi serba kekurangan setelah kehilangan ibunya pada 2019. Sementara itu, sang ayah telah menikah lagi dan meninggalkan mereka tanpa kabar.
Dalam kondisi sulit, AAP dan adiknya tinggal bersama kakek dan nenek mereka yang hidup pas-pasan. Sang kakek hanya bekerja sebagai buruh serabutan dan mencari rumput untuk pakan kambing.
BACA JUGA:Khairunnisa Resmi Pimpin TP PKK Bengkulu, Siap Wujudkan Kesejahteraan Keluarga
BACA JUGA:Kuota Sertifikasi Halal Gratis di Bengkulu Menurun, Pelaku Usaha Diminta Segera Urus Sertifikat
Keterbatasan ekonomi membuat AAP terpaksa putus sekolah. Him-pitan ekonomi yang semakin berat akhirnya mendorongnya melakukan tindakan nekat yaitu dengan mencuri pisang di kebun milik seorang warga bernama Kamari (50) di Desa Gunungsari, Kecamatan Tlogowungu.
Aksi pencurian itu terjadi pada Senin (17/2/2025) sekitar pukul 15.30 WIB. Malang bagi AAP, ia tertangkap basah saat memikul empat tundun pisang yang ia curi.
Kejadian ini langsung menarik perhatian warga sekitar. Dalam video yang beredar di media sosial, AAP tampak diarak oleh warga dari kebun menuju kantor desa, menjadi tontonan banyak orang.
Kapolsek Tlogowungu, Iptu Munjahid, mengungkapkan bahwa AAP terpaksa mencuri demi menyambung hidup dan mengurus adiknya yang masih sekolah.
BACA JUGA:Kenapa Kita Jadi Banyak Pikiran Saat Mau Tidur? Ini Penyebab dan Cara Mengatasinya
“Dia masih mengurus adiknya yang masih sekolah. Kasihan, kondisinya sangat memprihatinkan,” ujar Iptu Munjahid kepada wartawan, seperti dikutip dari akun Facebook Bay Sobati.
Kisah tragis ini pun memicu keprihatinan banyak pihak. Beruntung, kasus ini berhasil diselesaikan secara kekeluargaan. Mediasi dilakukan dengan melibatkan korban, keluarga AAP, serta kepala desa dari kedua belah pihak.
Sang kakek, selaku wali, menandatangani surat pernyataan bersama korban, yang menyatakan bahwa AAP bersedia menerima pembinaan dan wajib lapor ke kantor desa selama tiga bulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: