Maka, kata kawe cocok disandingkan dengan istilah memetik, menanam, dan menjemur.
"Mutigh atau memetik kawe, nanam kawe dan njemugh atau jemur kawe, itu sering didengar. Jarang kalau ada yang mutigh kopi, nanam kopi, dan njemugh kopi," urai lelaki yang meraih gelar doktor dari UI Depok ini.
Begitu jadi bubuk, barulah kata kopi digunakan. Maka, minum kopi lebih enak didengar ketimbang kata minum kawe.
"Perbedaanya ada pada pemakaiannya saja. Kawe dipakai ketika masih berbentuk buah atau biji. Begitu menjadi bubuk minuman, namanya kopi," terang Suhardi.
BACA JUGA:Kopi Ijen, Arabika Bercitarasa Unik Perpaduan Asam Jawa dan Pedas, Digemari Wisatawan
Suhardi yang bergelut dengan kopi, menduga penggunaan kata kawe merupakan pengaruh dari penyebaran agama Islam tempo dulu.
"Mungkin dulu banyak ulama menggunakan Bahasa Arab untuk menyebut kata kopi," ucap Suhardi.
Sementara itu seorang ahli di bidang kopi, Mady Lani, memperkirakan, penggunaan kata kawe dimulai ketika banyak pedagang Arab masuk ke Kepahiang.
Mereka juga ikut dalam bisnis jual beli biji kopi. Karena orang Arab menyebut qawuha, duga Mady. Lama-lama orang ikut menggunakan nama tersebut.
BACA JUGA:Masih Soal Kopi ! Masuk Pertama Kali ke Belanda dari Arab, Barang Berharga dan Mahal
Dari penyebaran agama Islam ke tanah Kepahiang tempo dulu.
Karenanya tepat jika kawe ditujukan kepada buah kopi. Adapun kopi adalah kata kerja yang tepat disandingkan dengan kalimat ajakan seperti palah ngupi kudai (ayo minum kopi dulu).
Mungkin karena itulah jarang terlihat kedai kopi menggunakan kata kawe, baik di toko maupun di brosur menunya.
Salah satu kedai kopi di Kepahiang misalnya, Dinding kedai yang berkelir putih ini tertulis kata-kata yang bunyinya kurang lebih sebagai berikut:
BACA JUGA:Soal Kopi ! Banyak Cara Menikmati, Ada yang Minum Kopi Daun hingga Dijadikan Makanan
"Karena aroma dan rasaya kopi tak pernah memilih siapa saja".