BENGKULU, RAKYATBENGKULU.COM - Transisi energi bersih merupakan langkah penting untuk menjaga ketersediaan pangan bagi kita dan generasi mendatang.
Pernyataan ini disampaikan oleh Ari Bagus Setiawan, mahasiswa Sosiologi Universitas Bengkulu, dalam acara Sosialisasi Sekolah Energi Bersih di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bengkulu pada 5 Februari 2024.
"Aksi melawan krisis iklim diperlukan demi keberlangsungan hidup kita di masa depan. Misalnya, kita perlu memastikan akses mudah dan terjangkau terhadap bahan pangan seperti beras," ujar Ari.
Sekolah Energi Bersih #2 menggarisbawahi dampak negatif energi batubara dan krisis iklim terhadap berbagai sektor kehidupan, termasuk kehilangan mata pencaharian, konflik sosial, perubahan iklim ekstrem, gagal panen, penurunan kesehatan, dan ekonomi.
BACA JUGA:Krisis Iklim Ancam Pulau Sumatera: Kanopi Hijau Mendorong Transisi Energi Berkelanjutan
Salah satu contoh dampak krisis iklim adalah meningkatnya bencana hidrometeorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, dan kebakaran hutan. Pada tahun 2023 saja, Indonesia mengalami 4.940 bencana hidrometeorologi.
Dampaknya terasa di sektor pertanian dengan 57 ribu petani mengalami gagal panen pada tahun 2023.
Manajer Sekolah Energi Bersih Kanopi Hijau Indonesia, Hosani Hutapea menekankan bahwa solusi pasti adalah transisi energi bersih yang demokratis.
Dengan potensi energi dari air, matahari, dan angin mencapai 363.021 MW, meninggalkan energi batubara menjadi pilihan yang layak.
Sosialisasi Sekolah Energi Bersih di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bengkulu pada 5 Februari 2024.--dokumen/rakyatbengkulu.com
BACA JUGA:Warga Teluk Sepang Tolak Penggunaan Jalan Utama Sebagai Jalur Pengangkutan Limbah PLTU
"Transisi energi harus mempertimbangkan Hak Asasi Manusia, menjaga keseimbangan ekologi, dan bertanggung jawab terhadap pemulihan ekologi akibat energi konvensional," jelas Hosani.
Kesadaran masyarakat menjadi kunci terwujudnya transisi energi bersih. Oleh karena itu, penyebaran informasi tentang isu ini menjadi sangat penting agar transisi energi menjadi inklusif.
Sebagai bagian dari upaya ini, Jurusan Sosiologi Universitas Bengkulu mendukung demokrasi energi yang memprioritaskan kepentingan rakyat.
Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bengkulu, Heni Nopianti, M.Si menyatakan, bahwa jurusan ini sedang mengintegrasikan nilai-nilai transisi energi bersih ke dalam kurikulum.