
Ketegangan antara kedua negara semakin meningkat setelah Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, secara resmi mencabut status diplomatik Rasool.
Langkah ini diambil menyusul pernyataan kontroversialnya dalam sebuah webinar yang diselenggarakan oleh Institut Mapungubwe Afrika Selatan untuk Refleksi Strategis.
Dalam webinar tersebut, Rasool menuduh mantan Presiden AS, Donald Trump, menerapkan kebijakan berbasis supremasi kulit putih untuk menanggapi perubahan demografi di Amerika.
BACA JUGA:Puasa Tanpa Makan Sahur: Apakah Aman atau Berbahaya?
BACA JUGA:Polda Bengkulu Usut Dugaan Kredit Fiktif Bank Bengkulu di Kabupaten Lebong
Keputusan pengusiran ini juga sejalan dengan kebijakan Trump yang baru-baru ini menandatangani perintah eksekutif untuk memotong bantuan keuangan ke Afrika Selatan.
Beberapa alasan yang mendasari kebijakan tersebut antara lain:
- Kekhawatiran AS terhadap undang-undang perampasan tanah di Afrika Selatan.
- Sikap Afrika Selatan yang mendorong kasus genosida terhadap Israel di ICJ.
- Semakin dalamnya hubungan Pretoria dengan Iran, yang dianggap AS sebagai ancaman geopolitik.
Misi Membangun Kembali Hubungan dengan AS
BACA JUGA:7 Cara Efektif Mengatasi Sembelit Saat Puasa, Lebih Nyaman!
BACA JUGA:Mengapa Anak Lebih Nyaman Belajar dengan Orang Lain daripada Orang Tua? Ini Alasannya
Meskipun telah diusir, Rasool menegaskan bahwa Afrika Selatan tidak anti-Amerika dan tetap membutuhkan hubungan diplomatik yang baik dengan AS.
“Kami datang ke sini bahkan setelah dinyatakan sebagai persona non grata. Kami tetap datang ke sini dan berkata, kita harus membangun kembali dan mengatur ulang hubungan dengan Amerika,” ungkapnya.
Ia juga menyinggung persepsi yang keliru dalam diplomasi Afrika Selatan, yang menurutnya tidak boleh berpikir bahwa hanya duta besar kulit putih yang bisa berhubungan baik dengan presiden kulit putih di AS.