JAKARTA, RAKYATBENGKULU.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi proyek digitalisasi stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di PT Pertamina (Persero) periode 2018–2023.
Dua saksi penting kembali dikonfirmasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk memperkuat penyelidikan.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa kedua saksi tersebut dimintai keterangan terkait proses pengadaan proyek tersebut.
BACA JUGA:Ekspor Udang Indonesia ke Amerika Tetap Lancar Meski Aturan Impor Diperketat
BACA JUGA:Rekrutmen CPNS 2026 Belum Jelas, BKPSDM Mukomuko Masih Tunggu Arahan dari Pemerintah Pusat
“Saksi hadir untuk dikonfirmasi oleh auditor negara mengenai proses pengadaan tersebut,” ujar Budi di Jakarta, Minggu, seperti dirilis antaranews.com.
Kedua saksi yang diperiksa yaitu Vice President Retail Fuel Marketing Pertamina tahun 2017–2018, Jumali, serta seorang perwakilan dari PT Amartha Valasindo.
Pemeriksaan ini dilakukan sebagai bagian dari kerja sama antara KPK dan BPK untuk memastikan transparansi serta menghitung potensi kerugian negara.
Kasus dugaan korupsi proyek digitalisasi SPBU ini telah memasuki tahap penyidikan sejak September 2024.
BACA JUGA:Kejari Donggala Hitung Kerugian Negara Dugaan Korupsi Dana Popda 2021
BACA JUGA:18 Akademisi Hukum Desak MK Batasi Tafsir Pasal 21 UU Tipikor: Cegah Kriminalisasi Berlebihan
KPK mulai memanggil sejumlah saksi pada 20 Januari 2025, dan kemudian menetapkan tiga orang tersangka pada 31 Januari 2025.
Salah satu tersangka diketahui adalah Elvizar (EL), Direktur PT Pasifik Cipta Solusi (PCS) saat proyek digitalisasi SPBU berlangsung.
Nama yang sama juga terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) pada periode 2020–2024.
Pada Agustus 2025, KPK menyebut penyidikan kasus ini sudah memasuki tahap akhir.