Mereka menyusun rancangan Perdes tentang Desa Kopi Tangguh Iklim untuk memperjelas standar pengelolaan kebun, memperkuat peran perempuan dalam pengambilan keputusan, serta melestarikan tradisi lokal seperti ganti hari dan menyemang kopi.
Kepala Desa Batu Ampar, Harwan Iskandar, mengapresiasi upaya tersebut.
“Ada beberapa pokok pikiran penting dalam perdes, terutama standarisasi kebun kopi tangguh iklim,” ujarnya.
Bila disahkan, Batu Ampar akan menjadi satu dari sedikit desa di Indonesia yang memiliki regulasi khusus untuk adaptasi iklim berbasis pengetahuan lokal.
Gerakan perempuan Alam Lestari tidak berhenti di kebun. Mereka memprakarsai penanaman kembali hutan desa secara swadaya.
Sebanyak 4.500 bibit buah dan tanaman hutan dikumpulkan, dibibitkan, dan ditanam secara bertahap di area penyangga Bukit Hitam.
Bagi mereka, reforestasi bukan semata program lingkungan, tetapi investasi jangka panjang untuk kestabilan ekosistem yang menjaga kopi tetap produktif.
“Kami tidak bergantung pada kopi saja. Kalau kopi tidak panen, masih ada durian dan alpukat,” tutur Supartina.
Diversifikasi ini menjadi bagian penting dari inovasi menjaga kopi tangguh iklim.
Tradisi Menyemang: Fermentasi Alami Berbasis Kearifan Lokal
Salah satu warisan budaya paling unik di Batu Ampar adalah tradisi menyemang kopi. Para perempuan terutama para lansia mengumpulkan buah kopi merah yang jatuh karena dimakan hewan seperti burung atau monyet.
Buah-buah tersebut masih menyisakan lendir manis yang secara alami telah terfermentasi oleh panas matahari.
“Jadi kami siapkan tempat tidur hewan. Kami berbagi. Hewan makan buahnya, kami memanfaatkan sisa fermentasinya,” jelas Supartina. Proses fermentasi alami ini menciptakan karakter rasa khas yang tidak dimiliki kopi robusta biasa.
Kini kopi semang dari Batu Ampar dipasarkan dengan brand “Koppi Sakti Kepahiang” dan telah menembus pasar luar Bengkulu.
Harga kopi semang mencapai Rp500.000 per kilogram untuk roasted bean dan Rp600.000 per kilogram untuk bubuk, jauh di atas harga kopi robusta biasa.
Rata-rata produksi memang baru sekitar 10 kg per bulan. Namun nilai ekonominya mampu meningkatkan pendapatan perempuan secara signifikan.