BACA JUGA:Bawa 6 Kg Ganja dan Senpi Rakitan, Dua Warga Empat Lawang Dibekuk di Bengkulu
Melahirkan Desa Kopi Tangguh Iklim: Gerakan Kolektif Perempuan
--
Kekhawatiran itulah yang membawa Supartina dan kelompok Perempuan Alam Lestari mengambil langkah besar. Pada 28 Januari 2020, mereka mendeklarasikan Desa Kopi Tangguh Iklim. Deklarasi ini bukan sekadar simbol, melainkan komitmen untuk kembali pada tradisi, merawat alam, dan memperkuat ketahanan ekonomi keluarga.
Mereka melakukan inovasi melalui praktik polikultur dengan mengubah kebun monokultur menjadi agroforestri.
Di sela-sela tanaman kopi, mereka menanam durian, alpukat, sayuran dan rempah-rempah. Strategi diversifikasi pangan ini selaras dengan Program Strategis Nasional (PSN) di sektor Ketahanan Pangan.
Dengan tidak bergantung pada satu komoditas saja, para perempuan Batu Ampar secara tidak langsung mendukung stabilitas pangan daerah. Jika kopi gagal panen, kebutuhan ekonomi dan pangan keluarga tetap terpenuhi dari hasil bumi lainnya.
Pola ini juga untuk menjaga tanah tetap lembab, menyediakan keteduhan, sekaligus menambah sumber pendapatan selain kopi.
Kelompok ini juga kembali memanfaatkan mulsa organik, pupuk kompos, serta menolak penggunaan pestisida kimia.
Di seluruh kebun dibuat ratusan lubang angin atau mini rorak, inovasi sederhana yang terbukti membantu penyerapan air hujan, mengurangi erosi, dan menjaga kelembaban tanah.
“Lubang angin ini mitigasi sekaligus adaptasi. Menahan air, menjaga tanah tetap subur,” tambah Supartina.
BACA JUGA:Bawa 6 Kg Ganja dan Senpi Rakitan, Dua Warga Empat Lawang Dibekuk di Bengkulu
Mereka juga bersepakat untuk tidak membakar ranting atau dedaunan kering guna mencegah pelepasan karbon yang memperparah efek rumah kaca.
Semua limbah organik harus kembali ke tanah sebagai bahan pengayaan.
Salah satu terobosan besar inovasi perempuan Alam Lestari adalah keberanian mereka mendorong lahirnya kebijakan setingkat peraturan desa (Perdes).