Awards Disway
HONDA

Jejak India di Bengkulu: Dari Tabut, Kebun Keling, hingga Identitas Budaya

Jejak India di Bengkulu: Dari Tabut, Kebun Keling, hingga Identitas Budaya

Tabut, Kebun Keling, hingga identitas budaya merupakan sebuah kisah panjang tentang jejak India di Bengkulu yang jadi perjalanan sejarah, dan akulturasi budaya.--dokumen/rakyatbengkulu.com

BENGKULU, RAKYATBENGKULU.COM - Setiap tahun, antara tanggal 1 hingga 10 Muharram, Kota Bengkulu seakan berdenyut dengan ritme berbeda. Jalanan utama dipenuhi arak-arakan Tabut yang megah.

Dol ditabuh bergemuruh, menara Tabut menjulang, dan ribuan orang larut dalam suasana khidmat bercampur riang. Di balik kemeriahan ini, tersembunyi sebuah kisah panjang tentang jejak India di Bengkulu. Sebuah kisah tentang perjalanan sejarah, akulturasi budaya, dan lahirnya identitas baru di Bumi Merah Putih ini.

Tabut sejatinya lahir dari tradisi Asyura, yakni peringatan wafatnya Imam Husein bin Ali di Karbala, Irak, pada abad ke-7. Dari sana, ritual duka ini menyebar ke Persia, India, dan Pakistan, dibawa oleh para penganut Syiah.

Menurut peneliti budaya, Rizqi Handayani dalam Jurnal Dinamika Kultural Tabut Bengkulu, Tabut masuk ke Bengkulu melalui dua jalur.

BACA JUGA:Perkuat Hubungan Bilateral, Konsul Jenderal India di Medan Kunjungi Bengkulu

BACA JUGA:Gubernur Helmi Sambut Konsul Jenderal India, Bengkulu Siap Jalin Kerja Sama Strategis

Jalur pertama adalah kedatangan para zuriat dari Punjab pada abad ke-14 yang menanamkan tradisi awal. Jalur kedua, yang lebih jelas tercatat, adalah pada abad ke-17 dan ke-18 saat Inggris mendatangkan pekerja dan tentara India yang dikenal sebagai Sipai atau Sepoy. Mereka datang ke Bengkulu untuk membangun Benteng Marlborough.

“Tabut ini bukan sekadar ritual duka, tapi cermin bagaimana tradisi lintas bangsa bertemu dan berakar di Bengkulu. Dari Karbala ke Persia, dari Punjab ke Bengkulu, ia melewati lautan sekaligus waktu yang panjang,” jelas Rizqi.

Para pekerja Sipai, mayoritas Muslim Syiah, rutin menggelar upacara Takziyah di sekitar benteng. Dari situlah tradisi ini semakin kuat, lalu melebur dengan kearifan lokal hingga menjadi Tabut seperti yang kita kenal sekarang.


Puncak perayaan Tabut ditandai dengan prosesi arak-arakan Tabut Tebuang, yang berlangsung khidmat di Padang Karabela.--Heri/rakyatbengkulu.com

Jejak India di Kebun Keling

Jejak India di Bengkulu tidak berhenti pada tradisi Tabut. Ia juga terpatri dalam lanskap kota. Di belakang Benteng Marlborough, berdiri sebuah kawasan bernama Kebun Keling. Dahulu, kawasan ini merupakan permukiman resmi bagi para pekerja India yang didatangkan oleh Inggris.

BACA JUGA:Media dan Perspektif Gender, Ada Kesenjangan Representasi Perempuan di Jurnalisme dan Politik

BACA JUGA:Dukung Jurnalisme Berkualitas, Perpres 'Publisher Rights' Jamin Keadilan Ekonomi Industri Pers

Di sanalah lahir komunitas baru yang dikenal sebagai bangsa Sipai. Mereka menikah dengan penduduk lokal, membentuk keluarga, dan berbaur dengan masyarakat Bengkulu. Asimilasi ini bukan hanya soal perkawinan, tetapi juga menyangkut cara hidup, bahasa, hingga pola ekonomi.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: