Awards Disway
HONDA

Jejak India di Bengkulu: Dari Tabut, Kebun Keling, hingga Identitas Budaya

Jejak India di Bengkulu: Dari Tabut, Kebun Keling, hingga Identitas Budaya

Tabut, Kebun Keling, hingga identitas budaya merupakan sebuah kisah panjang tentang jejak India di Bengkulu yang jadi perjalanan sejarah, dan akulturasi budaya.--dokumen/rakyatbengkulu.com

BACA JUGA:City Manfaatkan Kartu Merah Napoli, Haaland dan Doku Antar Kemenangan Perdana di Liga Champions

BACA JUGA:Bengkulu Siap Sambut Tanam Jagung Nasional


Ravi Velloor dari Straits Times menegaskan pentingnya riset yang kuat dalam membuat sebuat feature yang berkualitas.--dokumen/rakyatbengkulu.com

Feature Writing: Merangkai Jejak, Menyalakan Emosi

Narasi panjang tentang jejak India di Bengkulu ini selaras dengan semangat Voices of Tomorrow: Elements of Strong Feature Writing, yang digelar pada Minggu, 14 September 2025.

Dalam sesi itu, Shoeb Kagda dari Indonesia Economic Forum menekankan bahwa feature bukan sekadar laporan fakta, melainkan kisah yang merangkai peristiwa, menjelaskan dampak, dan menyalakan emosi pembaca.

Sementara itu, Ravi Velloor dari Straits Times menegaskan pentingnya riset yang kuat dalam membuat sebuat feature yang berkualitas.

“Feature harus tetap relevan meski dibaca bertahun-tahun kemudian. Ceritakan lewat anekdot, tokoh, tempat, dan produk. Hal itu yang membuat pembaca merasa dekat,” katanya.

BACA JUGA:Viral! Mantan DPRD Pesawaran Diduga Aniaya Wartawan, Rekaman CCTV Jadi Bukti

BACA JUGA:Pelaksanaan Job Fit Eselon II di Mukomuko Segera Dimulai, Sekda Jelaskan Proses dan Tujuan Utamanya

Senada, jurnalis senior Harian Waspada/Waspada.id biro Jakarta, Dian Warastuti, menambahkan bahwa feature yang baik harus meninggalkan jejak emosional.

“Di ujung tulisan, sebaiknya ada pesan atau ajakan, agar tulisan punya dampak lebih besar,” ujarnya.

Jejak yang Tak Pernah Padam

Tabut, Kebun Keling, bangsa Sipai, hingga figur Imam Senggolo adalah bukti nyata bahwa jejak India di Bengkulu bukan sekadar catatan sejarah. Ia hidup, bernapas, dan terus berkembang dalam denyut nadi masyarakat.

Setiap kali dol ditabuh dan arak-arakan Tabut memenuhi jalanan, seolah terdengar gema masa lalu: kisah pelaut dari Punjab, pekerja Sipai dari Madras, imam karismatik dari Bengkulu, hingga masyarakat modern yang menjaga tradisi itu tetap bernyawa.

Lebih dari sekadar festival, Tabut adalah warisan lintas benua yang menjembatani masa lalu dan masa kini. Ia mengajarkan bahwa identitas bisa terbentuk dari pertemuan, akulturasi, dan keberanian menjaga warisan di tengah perubahan zaman.

Lalu di Bumi Merah Putih, jejak India itu tidak sekadar abadi, tapi juga terus hidup dalam cerita, dalam musik dol, dan dalam jiwa masyarakat Bengkulu.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: