Awards Disway
HONDA

Jurnalisme Politik di Era Post-Truth: Bagaimana Political Reporting Menjaga Akurasi dan Integritas

Jurnalisme Politik di Era Post-Truth: Bagaimana Political Reporting Menjaga Akurasi dan Integritas

Sesi Voices of Tomorrow bahas makna baru political reporting di era digital: akurasi, etika, dan kolaborasi jurnalis lintas negara India–Indonesia.--dokumen/rakyatbengkulu.com

“Kita punya sejarah panjang: dari peradaban, bahasa, hingga semangat solidaritas Konferensi Asia-Afrika di Bandung,” ujarnya.

Bagi Sandeep, kedekatan itu menjadi modal kuat bagi kolaborasi jurnalis lintas negara dalam membangun praktik political reporting yang berkualitas dan berintegritas.

Dinamika Politik dan Tantangan Liputan Lintas Bidang

Menurut Sandeep, peliputan politik adalah salah satu bidang tersulit dalam dunia jurnalisme. Alasannya, isu politik kerap beririsan dengan teknologi, kebijakan publik, sejarah, bahkan geopolitik global.

“Keputusan global kini berdampak lokal dengan sangat cepat. Dunia bergerak seperti pertandingan kriket T20—semua serba singkat dan intens,” ujarnya.

Ia mencontohkan bagaimana kebijakan pertanian dan tarif ekspor di India bisa berdampak langsung terhadap pendapatan petani di desa.

BACA JUGA:Satpol PP Mukomuko Tegakkan Perda dengan Penertiban Hewan Ternak, Denda Rp24 Juta Disetorkan ke Kas Daerah

BACA JUGA:Pemerintah Kota Bengkulu Serahkan Bantuan Kursi Roda untuk Penyandang Disabilitas, Wujud Kepedulian Sosial

Di sisi lain, munculnya pemimpin populis dan penetrasi teknologi digital membuat pesan politik kini disebarkan langsung ke publik, sering kali tanpa penyaringan atau verifikasi yang memadai.

Dalam konteks inilah, kata Sandeep, wartawan politik harus memiliki kemampuan membaca tren, memperluas wawasan lintas disiplin, dan menjaga disiplin verifikasi.

“Bacalah lebih banyak dari jurnalis bidang lain. Hanya dengan pemahaman luas, kita bisa menulis dengan akurat,” tegasnya.

Kebebasan Pers dan Keberanian Bertanya

Sandeep juga menyoroti perjalanan panjang kebebasan pers di India, yang pernah menghadapi masa sulit seperti Emergency Period pada 1975–1977.

Namun, menurutnya, esensi tugas jurnalis tak pernah berubah: mengajukan pertanyaan yang tidak nyaman dan menuntut akuntabilitas.

“Jurnalis yang baik bukan yang paling cepat, tetapi yang paling akurat,” ujarnya menegaskan.

Ia menambahkan, political reporting menuntut keseimbangan antara keberanian dan tanggung jawab etis. Pertanyaan kritis harus tetap dilandasi data dan konteks, bukan sekadar opini pribadi.

BACA JUGA:Wali Kota Bengkulu Bersama DPD RI Bahas Peningkatan Program MBG di Kota

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: