Pengetahuan, Moral dan Budi Pekerti dalam Pendidikan
SESUATU dapat disebut sebagai suatu pengetahuan jika diyakini, bernilai benar dan dibenarkan. Untuk menghasilkan pengetahuan tersebut maka dibutuhkan proses. Proses harus dilakukan dengan benar, sehingga untuk menilai kebenaran dari suatu proses adalah seberapa kuat proses itu dibenarakan. Sebagai contoh Seorang guru matematika meminta siswanya untuk menyelesaikan suatu soal, ketika salah seorang siswa menjawab soal dengan menyebutkan hasilnya maka guru tidak langsung membenarkan jawaban siswa tersebut. Guru membutuhkan keyakinan bahwa siswanya benar memahami materi yang diberikan dengan meminta siswa tersebut menjelaskan proses dari penyelesaian persoalan tersebut dan membenarkan proses yang dilakukan siswa dalam menemukan solusi. Bisa saja hasil yang disebutkan oleh siswa adalah benar, mungkin saja merupakan suatu keberuntungan. Pengetahuan tidak diperoleh dengan cara keberuntungan dan harus melibatkan kognitif, sehingga pengetahuan sebagai keyakinan yang dibenarkan dan menggunakan aturan yang benar. Permasalahnnya adalah bagaimana bisa meyakini sesuatu memiliki nilai kebenaran? Beberapa filsuf mulai mengembangkan teori pengetahuan sebagai teori kebajikan moral, Blackburn (2011, halm 16) menyatakan bahwa keyakinan yang benar dalam hal apa yang diyakini oleh orang yang secara intelektual berbudi luhur. Untuk meyakini suatu kebenaran dibutuhkan pengetahuan yang bernilai benar dan didukung oleh moral serta budi pekerti. Contoh sederhana, untuk mempercayai seseorang maka kita akan mencari tau seperti apa kinerja seseorang tersebut baik secara moral dan budi pekertinya, jika terdapat sedikit saja celah buruk dari kinerja orang tersebut, maka keyakinan kebenaran dari orang tersebut secara otomatis akan menurun. Dalam matematika ketika ingin membuktikan sesuatu kita membutuhkan beberapa proses yang dapat kita yakini kebenarannya, mulai dari konsep yang benar, prosedur yang benar dan tidak ditemukan peyangkal dari kebenaran tersebut barulah konsep tersebut dapat kita yakini kebenarannya. Keyakinan yang memiliki nilai benar diperoleh dengan cara yang benar dan menghasilkan kesuksesan kognitif. Ini menggambarkan hubungan yang erat antara pengetahuan, moral dan budi pekerti. Seseorang ilmuan yang mampu menemukan pengetahuan harus memiliki moral dan budipekerti yang baik, agar pengetahuan tersebut dapat diyakini. Keyakinan dapat diperoleh melalui teori-teori yang prosesnya dilakukan dengan benar, dan dilakukan oleh seseorang yang memiliki moral dan budi pekerti yang baik. Pembenaran didapat dari seseorang yang ahli dibidangnya dan memiliki rekam jejak moral dan budi pekerti yang baik. Jadi dapat kita simpulkan bahwa keyakinan yang memiliki nilai benar dengan cara yang benar dan menghasilkan kesuksesan kognitif inilah yang kita sebut sebagai nilai Reliabilism (Pritcard, 2018, hal 54). Artinya keyakinan yang benar diperoleh karena situasi sebenarnya yang terjadi berdasarkan fakta-fakta dan teori-teori yang benar. Lebih luas dijelaskan bahwa selain moral juga harus mempertimbangkan akal sehat dalam membentuk suatu keyakinan yang memiliki nilai kebenaran. Menurut Kamus Besar Bahasa Inonesia (KBBI) mora adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya. Budi pekerti mengacu pada sikap dan prilaku seseorang maupun masyarakat yang mengedepankan norma dan etika. Masalah Gettier untuk Reliabilisme Banyak ditemukan keyakinan kebenaran itu karena kebetulan, ini merupakan kasus-kasus yang muncul pada Gettier. Realiabilisme menyatakan bahwa keyakinan yang terbentuk karena keberuntungan meskipun memiliki nilai keyakinan yang benar maka bukan merupakan pengetahuan. Dapat dikatakan bahwa untuk mendapatkan kesuksesan seseorang harus melalui proses yang benar. Contoh ketika S memiliki pengetahuan, S mendapatkan sesuatu yang benar sebagai hasil dari kemampuannya sendiri, sedangkan ada W adalah lawan dari S, dimana W mendapatkan sesuatu yang benar sebagai hasil dari kebetulan keberuntungan yang tidak masuk akal, atau sesuatu yang lainnya. Dari S dan W apapun cara yang dilakukan secara Reliabilism S merupakan seseorang yang pantas mendapatkan sesuatu karena dia mempunyai kemampuan intelektual dan S melatih kemampuan yang dia miliki. Jadi dapat disimpulkan untuk mendapatkan pengetahuan kasus gettier secara reliabilism tidak dapat diterima sebagai pengetahuan. Karena pengetahuan membutuhkan keyakinan yang benar, diperoleh dari proses yang dapat diyakini benar. Agar nilai pengetahuan bertambah menjadi keyakinan bagi seseorang, seseorang harus mampu memberikan alasan yang baik untuk mempercayai apa yang dipercayainya. Pendidikan memegang peran dalam menghasilkan pengetahuan dan pembentukan moral serta budi pekerti. Generasi muda membutuhkan pendidikan moral dan budi pekerti agar mampu menghasilkan pengetahuan. Pendidikan melatih generasi muda untuk melakukan proses mengembangkan keterampilan, pengalaman dan pengetahuan dengan dilatar belakangi oleh nilai-nilai moral dan budi pekerti yang baik. Generasi muda harus dilatih untuk melalui proses dan berada pada proses yang benar dan dibenarkan untuk mencapai suatu kesuksesan, yang semuanya membutuhkan nilai-nilai moral dan budi pekerti yang baik. Pada saat ini teknologi sangat erat dengan kelangsungan dalam menjalankan kehidupan, perkembangan teknologi harus dapat dipastikan menjadi hal pendukung perkembangan kemampuan genarasi muda, jangan sampai teknologi menjadi hal pemicu terjadinya kemerosotan moral generasi muda. Oleh sebab itu tidak hanya satu pihak saja yaitu sekolah yang bertanggung jawab atas moral dan budi pekerti generasi muda, tetapi semua elemen yaitu lingkungan keluarga dan masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam pembentukan moral dan budi pekerti generasi muda yang lebih baik. Oleh Effie Efrida Muchlis, M.Pd, Mahasiswa S3 Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia Dibimbing oleh Guru Besar Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia Prof. Turmudi, M.Ed., M.Sc.,Ph.D
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: