HONDA

Polemik Pajak Makan dan Minum ,Tidak Diterima atau Bocor?

Polemik Pajak Makan dan Minum ,Tidak Diterima atau Bocor?

ilustrasi BPK--

 

MUKOMUKO, RAKYATBENGKULU.DISWAY.ID - Adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahwa terdapat potensi pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dari pajak restoran tapi tidak diterima daerah oleh Pemkab Mukomuko mulai dipertanyakan.

Apalagi potensinya mencapai Rp 227,2 juta.

Bahkan Ketua Komisi II DPRD Mukomuko, Wisnu Hadi, SE, MM yang sebelumnya menjadi Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPRD Mukomuko terkait dengan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pertanggungjawaban APBD Mukomuko Tahun Anggaran 2021 ikut mempertanyakan.

Menurutnya yang terjadi apakah potensi PAD itu tidak diterima, atau yang sebenarnya terjadi kebocoran PAD yang jumlahnya ratusan juta itu. 

Apalagi tempat kejadian potensi PAD yang tidak diterima Pemkab itu berada di lingkungan Pemkab Mukomuko.

Yang tempatnya sudah jelas, dan pagu anggarannya pun juga sudah sangat jelas.

Yang pencairan anggarannya oleh OPD, diatur dan atas persetujuan Pemkab Mukomuko.

BACA JUGA: Awas, Pajak Raib Rp 367,4 Juta!

Dalam hal ini, Badan Keuangan Daerah (BKD), yang tugasnya juga memastikan peningkatan PAD Pemkab Mukomuko.

“Kok tidak maksimal? Padahal itukan di lingkungan Pemkab sumber PAD-nya.

Tidak diterima atau bocor? Apalagi pernah kejadian di Mukomuko ini, heboh adanya dugaan kebocoran pajak.

Diklaim potensi pajak yang tidak tergali, tidak tahunya pas kita turun, ternyata kebocoran,” selidik Wisnu.

Menurut politisi Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) ini, aneh.

Sudah ada potensi pajak yang semestinya bisa digali. Tapi malah tidak digali.

Apalagi BPK telah menyatakan, hal tersebut potensi. Yang itu berarti, objek PAD dan locus atau lokasi pajaknya pun sudah jelas.

“Tentu kita pertanyakan, mengapa potensi pajak ada, tapi kok tidak dimaksimalkan,” tandas Wisnu,.

BACA JUGA: BRILIAN Leadership Insight Berlandaskan AKHLAK, Kunci Sukses Transformasi Culture BRI

Wakil Ketua I DPRD Mukomuko, Nursalim, yang sebelumnya juga menjabat Ketua Pansus menyayangkan hal tersebut.

Ia mendesak, Pemkab Mukomuko serius menyelesaikan permasalahan itu.

Agar tidak terulang kembali di tahun anggaran berjalan sekarang dan di tahun anggaran berikutnya.

Apalagi pajak tersebut, yang jadi temuan BPK, sangat jelas objeknya. Dan hitunganna pun sangat jelas.

“Pemkab harus serius sikapi itu. Karena objeknya jelas, hitungannya jelas. Jadi jangan hanya menekan restoran, buffet, rumah makan saja mengenai pajak restoran yang itu belanjanya dari masyarakat.

Tapi harus lebih bijak juga, dengan mempresure (menekan) OPD-OPD yang ada belanja makanan dan minumannya, untuk memastikan setiap realisasi anggaran itu, juga direalisasikan pajak restorannya,” kritik Nursalim.

BACA JUGA: Pemulihan Ekonomi dan Daya Saing Industri Indonesia Mendapat Apresiasi Positif di Pertemuan Pelaku Usaha AS

OPD manapun, sambung Nursalim yang juga Ketua DPC Partai Demokrat Mukomuko, Pemkab juga harus pastikan, bahwa pajak itu benar-benar disetorkan ke kas daerah.

Bukan hanya mengantongi bukti potongan pajak.

Termasuk yang transaksinya di rumah makan yang menggunakan tapping box. Harus dipastikan benar-benar uang pajak restoran dari belanja itu, disetorkan ke Pemkab Mukomuko.

“Intinya beberapa OPD itu, berkaitan dengan kegiatan belanja makanan dan minuman.

Harus memang benar-benar disetorkan. Karena anggaran makanan dan minuman di OPD itu jelas nominalnya.

Tinggal dikalkulasikan saja, berapa OPD, berapa pagu, ditotalkan belanja makanan dan minumannya.

Kan sudah jelas, sudah tahu angkanya. Tinggal lagi OPD itu kerjasama dengan siapa untuk memenuhi belanjanya, kejar,” desak Nursalim.

BACA JUGA: Survei ARSC: 58,9 Persen Masyarakat Puas Penanganan Pandemi dan Pemulihan Ekonomi Pemerintah

Nursalim pun menyatakan, siapapun untuk tidak memandang remeh potensi kehilangan PAD dari lingkungan OPD, yang tahun lalu khusus pajak restoran saja, sekitar Rp 227,2 juta.

Sebab jika dijumlahkan seluruh potensi yang ada, nilainya bisa mencapai Rp 400 juta lebih.

Yang jika dana itu terhimpun seluruhnya dan digunakan untuk pembangunan infrastruktur di Kabupaten Mukomuko, maka manfaat yang akan diterima masyarakat, cukup besar.

“Jangan karena hanya ratusan juga, lalu dianggap remeh temeh.

Jelas berpengaruh besar jika masuk ke kas daerah.

Bandingkan dengan target pendapatan pajak sektor lain, yang hanya jutaan. Seperti target pajak parkit, pajak sarang walet.

Dana Rp 400 juta itu, jika dibangunkan ke pengoralan jalan misalnya, sudah berapa kilometer yang dapat ditangani.

Jadi dampaknya sangat besar untuk daerah dan masyarakat,” pungkasnya.

BACA JUGA: Parah! Handphone Jemaah Masjid yang Sedang Itikaf Diembat

Sebelumnya Kabid Pendapatan 1 Badan Keuangan Daerah Mukomuko, Deftri Maulana, S.STP mengatakan, tahun 2021 itu, pihaknya telah menerbitkan 1.758 lembar surat ketetapan pajak daerah (SKPD).

Atas pajak restoran dari 165 wajib pajak (WP) restoran, rumah makan, buffet, dan warung makan.

“Dari jumlah itu, terdapat 18 WP yang ditetapkan SKPD-nya berdasarkan omzet. SKPD lainnya lagi, ditetapkan berdasarkan kesepakatan.

SKPD itu surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang,” terangnya.

Mengenai kepatuhan OPD, diklaimnya, terbilang tinggi. Itu setelah pihaknya melayangkan surat ke OPD-OPD, mengenai penarikan pajak restoran dari anggaran belanja makanan dan minuman.

“Jadi sebenarnya, pendapatan kita itu meningkat.

Sebelumnya, pajak restoran itu rendah, hanya puluhan juta. Sedangkan ini, kita sudah berhasil lebih dari Rp 200 juta masuk ke daerah,” klaim Deftri.

BACA JUGA: Jalan Tobat 15 Pemburu Harimau, Deklarasikan Komitmen Lestarikan Harimau Sumatera

OPD pun ditagih bukti pajak pada setiap belanja makanan dan minumannya.

Walaupun tidak ditampiknya, ada juga kejadian, OPD telah belanja, namun pihak rumah makan yang diduga tidak melaporkan pajaknya ke daerah.

“Terus di instansi vertikal, belum ada kerja sama kita terakit denga pajak restoran ini.

Seyogyanya, yang nyetorkan pajak restoran itu, ya rumah makan itu sendiri,” imbuhnya.

Diakuinya, penerapan tapping bos belum berjalan maksimal.

Apalagi pemasangan tapping box, masih di tempat usaha yang ada di Kecamatan Kota Mukomuko.

Sedangkan di kecamatan lain, belum tersentuh. Hal itu menyebabkan kecemburuan antar sesama pemilik usaha yang sama.

“Selain terkendala karena Covid-19, yang menyebabkan pemilik usaha belum berani menaikkan harga.

Juga kendala lain, ada semacam kecemburuan. Karena belum semua rumah makan memakai tapping box,” kata Deftri.

BACA JUGA: Beri Ruang Lebih Pada yang Muda, Reses Dempo Xler

Soal adanya temuan BPK, ia pun membenarkan.

Namun menurutnya, tidak semua belanja makanan dan minuman, untuk belanja makanan.

Ada pula belanja minuman yang itu beda tempat pembeliannya.

Kemudian ada pula untuk membeli kudapan ataupun kue cepat saji.

“Sehingga ada yang hanya dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN), tidak ada pajak restoran,” ucapnya.(hue) 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

"
"