Tidak hanya itu, banyak kisah keji yang menimpa budak-budak malang si abad ke 17.
Menurit Jean Baptiste Tavernier mencatatnya dalam buku Recueil de Plusieurs Relations et Traitez Singuliers & Curieux terbit di tahun 1681.
BACA JUGA:Setara Istri Tapi Tidak Resmi, Kisah Nyai Para Meneer Belanda di Nusantara
Berdasarkan pandangan mata pada saat singgah di Batavia.
Tavernier mengisahkan, suatu hari dia melihat seorang budak dari Sulawesi tidur di suatu pojok, kehilangan kain penutup tubuhnya karena dirampas orang.
Dan tanpa bertanya atau mencari informasi terlebih dahulu.
Seorang komandan para budak menuduh budak tersebut menjual kain di tubuhnya untuk mabuk-mabukan.
Komandan tersebut mencambuknya berkali-kali hingga tidak ada kulit yang tersisa di tubuh si budak.
Dan dua hari kemudian budak tersebut tewas.
Tidak sedikit, budak-budak yang disiksa majikannya menjadi putus asa, lalu bunuh diri dengan cara menggorok leher atau menenggelamkan diri ke dalam air.
Dituliskan Tavernier, majikan perempuan jauh lebih kejam menyiksa budak sampai mati.
BACA JUGA:Listrik di Bengkulu Zaman Belanda, Terpusat di Lebong Tandai dan Terpenuhi 24 Jam
Dimana amarah biasanya memuncak pada saat majikan perempuan cemburu atau melihat budaknya genit.
Ada satu penyiksaan keji terhadap budak perempuan bugis yang kepergok bersenda gurau dengan seorang pria yang bekerja di rumah seorang wanita Belanda.
Kemudian budak itu diseret dan dijejalkan secara paksa ke dalam tempayan berisi air.