Perjuangkan Hak Hidup! Jangan Hukum 3 Petani Tanjung Sakti Mukomuko, Tak Boleh Dikenakan SLAPP

Kamis 17-10-2024,20:51 WIB
Reporter : Heri Aprizal
Editor : Heri Aprizal

MUKOMUKO, RAKYATBENGKULU.COM - Ketiga petani dari Tanjung Sakti Mukomuko di Bengkulu, yakni Harapandi, Ibnu Amin, serta Rasuli, tengah berjuang untuk membela hak hidup mereka di tengah situasi yang menyulitkan.

Mereka kini menghadapi gugatan dari PT Daria Dharma Pratama (DDP) Mukomuko, yang seharusnya tidak dihukum karena tindakan mereka adalah upaya untuk memperjuangkan haknya sebagai petani.

Sebagai informasi, SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation) adalah gugatan hukum yang bertujuan untuk menekan individu atau komunitas yang melakukan protes terhadap proyek-proyek tertentu atau suara kritis terhadap kebijakan publik.

Sesuai dengan definisi yang diungkapkan dalam Black Law Dictionary, SLAPP merujuk pada klaim hukum yang diajukan oleh perusahaan atau pejabat untuk meredam suara masyarakat.

BACA JUGA:Pjs. Bupati Rejang Lebong: Ingatkan Netralitas ASN dan Waspada Bencana di Musim Hujan

BACA JUGA:Keselamatan dan Efektivitas: Persiapan Penyemprotan Pestisida dan Insektisida pada Tanaman Sayuran

Kasus yang menimpa petani Tanjung Sakti berawal dari keterbatasan lahan yang mereka hadapi. Mereka berusaha untuk mencari lahan yang dikuasai oleh PT DDP namun tidak dirawat dengan baik.

Salah satu lokasi yang dimaksud adalah daerah di sekitar Air Sule, di mana petani percaya terdapat lahan potensial yang dapat mereka kelola.

Proses hukum yang dihadapi oleh ketiga petani ini sudah melewati beberapa tahap.

Pada tingkat pertama, Pengadilan Negeri Mukomuko memutuskan bahwa mereka bersalah menghalangi aktivitas perusahaan, tetapi tidak mengabulkan tuntutan ganti rugi sebesar Rp7,2 miliar yang diajukan oleh PT DDP.

BACA JUGA:Manfaat Perempelan Daun Buncis untuk Hasil Panen yang Melimpah dan Penyemprotan Pestisida yang Efektif

BACA JUGA:25 Desa di Rejang Lebong Belum Ajukan Pencairan Dana Insentif Kemenkeu

Petani kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bengkulu dan mendapatkan keputusan yang merugikan lagi, di mana mereka dinyatakan bersalah dan dihukum membayar denda sebesar Rp3 miliar.

Saat ini, mereka tengah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Menurut Prof. Dr. Imam Mahdi, S.H., M.H., yang merupakan guru besar hukum di Universitas Islam Negeri Fatmawati Sukarno Bengkulu, tindakan ketiga petani merupakan upaya untuk memperjuangkan hak mereka untuk bertani.

Kategori :