RAKYATBENGKULU.COM - Menghadapi tantangan dunia kerja di Indonesia, tuntutan yang tinggi sering kali membuat karyawan harus bekerja lebih dari jam kerja yang ditetapkan dengan istilah "overtime" atau kerja lembur dan palugada.
Hampir menjadi hal biasa dalam rutinitas sehari-hari. Belum lagi, fenomena “palugada” (apa lu mau gue ada) yang mengharuskan pekerja untuk selalu siap menangani segala jenis tugas, tanpa batasan yang jelas.
Sering kali, ini berujung pada dampak buruk yang tidak hanya memengaruhi kinerja tetapi juga kesehatan mental pekerja.
Overtime, yang pada awalnya mungkin dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan yang mendesak, bisa menjadi kebiasaan.
Dengan harapan yang semakin tinggi dari atasan dan perusahaan, karyawan pun dipaksa untuk mengorbankan waktu pribadi mereka.
BACA JUGA:Kemendagri Dorong Daerah Cepat Terapkan Kebijakan Penghapusan BPHTB dan Percepatan Layanan PBG
BACA JUGA:Tenaga Honorer Akan Dihapus di Mukomuko, Digantikan dengan Jasa Outsourcing, Ini Penjelasannya
Tanpa batasan yang jelas, waktu kerja bisa melampaui jam normal, bahkan hingga malam hari atau akhir pekan.
Keterbatasan waktu untuk beristirahat, bersosialisasi, atau melakukan kegiatan pribadi ini lama-kelamaan dapat menambah stres dan menyebabkan burnout menjadi dampaknya.
Dampak Overtime dan Palugada bagi Kesehatan Mental Karyawan
1. Burnout
Burnout adalah kondisi kelelahan fisik dan mental yang disebabkan oleh tekanan kerja yang berkepanjangan.
Tanda-tanda burnout sering kali muncul dalam bentuk kelelahan ekstrem, kurangnya motivasi, dan penurunan kualitas kerja.
Karyawan yang terus-menerus bekerja lembur tanpa waktu pemulihan yang cukup berisiko tinggi mengalami kelelahan ini, yang pada akhirnya mengganggu keseimbangan hidup mereka.
BACA JUGA:Waspada Canine Influenza, Penyakit Berbahaya yang Mengintai Anjing di Tahun 2025
BACA JUGA:Tips Menggunakan iPhone untuk Belajar, Cara yang Efektif dan juga Kekinian!