PPKM Level 4 Diperpanjang Hingga 2 Agustus
JAKARTA - Presiden Joko Widodo kemarin (25/7) mengumumkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 diperpanjang mulai hari ini sampai 2 Agustus. Ada beberapa penyesuaian yang dilakukan pemerintah dalam perpanjangan PPKM kali ini. Untuk membantu masyarakat, pemerintah juga telah menambah bantuan sosial.
Jokowi beralasan perpanjangan PPKM level 4 ini dikarenakan pertimbangan kesehatan dan sosial ekonomi masyarakat. Dampak dari PPKM yang selama ini diterapkan, menurut presiden sudah menunjukan dampak positif. Dari data Satgas Penanganan Covid-19, pasien yang melakukan isolasi atau perawatan hingga kemarin turun 227 orang dibanding dua hari lalu.
Namun, efek positif jangan membuat lengah. Jokowi meminta agar semua pihak tetap waspada. Varian delta disebutnya mudah menular dan berpotensi ada lonjakan kasus jika protokol kesehatan kendor.
“Pengetesan dan penelusuran bisa ditingkatkan,” perintah Jokowi. Ini untuk antisipasi adanya varian baru yang lebih ganas. Selain itu perawatan untuk mereka yang sudah terdeteksi positif Covid-19 juga harus maksimal. Tujuannya agar angka kesembuhan semakin tinggi. “Tracing, testing, dan treatment (3T) akan menjadi pilar utama penanganan Covid-19,” imbuhnya.
Pada kesempatan lain Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Panjaitan menjabarkan ada 95 kabupaten/kota yang menerapkan PPKM level 4. Sementara PPKM level 3 diterapkan di 33 kabupaten/kota. Seluruhnya ada di Jawa dan Bali.
Luhut juga menjabarkan aturan untuk wilayah yang menerapkan PPKM level 3. “Untuk industri ekspor dan penunjang dapat beroperasi dengan aturan shift dengan kapasitas 50 persen,” ungkapnya. Sementara seluruh karyawan di fasilitas produksi dan pabrik dapat bekerja di kantor. Syaratnya harus ada protokol kesehatan dan istirahat makan siang yang waktunya tidak bersamaan. “Besok kami akan khusus merapatkan teknisnya,” imbuhnya.
Pasar rakyat bisa beroperasi dengan kapasistas 50 persen dengan jam operasional sampai jam 17.00. Sementara toko kelontong, salon, tempat cuci motor dan sejenisnya dapat beroperasi hingga pukul 20.00. Sementara warteg dan sejenisnya juga bisa beroperasi hingga pukul 20.00 dengan kapasitas pengunjung 50 persen. Waktu makan maksimal 30 menit. Pusat perbelanjaan dan mal bisa dibuka dengan kapasitas 25 persen dan dibuka sampai pukul 17.00. “Kami sudah brief pemda untuk menerapkan aturan teknisnya,” ujarnya.
Tempat ibadah dapat mengadakan kegiatan ibadah berjamaah. Kapasitasnya maksimal 20 orang dan harus menerapkan prokes. Transportasi umum dan kendaraan online kapasitas yang diijinkan sebanyak 50 persen. “Resepsi bisa silaksanakan dengan kapasitas 20 orang dengan tidak makan di tempat,” ujarnya.
Luhut mengingatkan bahwa pemerintah akan tegas terhadap pelanggaran. Bisa jadi kalau melanggar, tempat usaha dapat ditutup.
Dia menegaskan bahwa pemerintah mendorong isolasi terpusat dari level desa hingga provinsi. Pasien positif Covid-19 yang dirumahnya ada lansia, ibu hamil, orang yang menderita penyakit komorbid, dan yang belum vaksin diminta agar isolasi.
“Kami perhatikan kematian banyak terjadi pada orang yang punya komorbid dan belum vaksin,” ungkapnya. Luhut pun berjanji vaksinasi akan dimasifkan untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat Covid-19.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan, pemerintah saat ini tengah mematangkan sistem digital tracing melalui aplikasi Peduli Lindungi. “Ini akan di-upgrade untuk diintegrasikan untuk melakukan screening di mall ataupun merchant. Ini akan dihubungkan dengan sistem di Kemenkes dan Kominfo. Sehingga dengan QR Code akan bisa menscreening mereka yang sudah tervaksinasi dan yang sudah tes PCR,” ujarnya pada kesempatan yang sama.
Airlangga menyebut, inovasi melalui aplikasi itu diharapkan bisa siap go live jika pemerintah akan melakukan pembukaan beberapa fasilitas umum di kemudian hari.
Terkait dengan penerapan, Airlangga memerinci, ada 45 kabupaten/kota di 21 provinsi di luar Jawa yang menerapkan PPKM level 4. Kemudian, ada 276 kab/kota di 21 provinsi di luar Jawa-Bali yang menerapkan PPKM level 3. Lalu, 65 kab/kota di 17 provinsi di luar Jawa Bali menerapkan PPKM level 2.
Pemerintah juga menegaskan kembali beberapa bansos baru yang diberikan kepada masyarakat seiring dengan penerapan PPKM level 4. Pertama, menambah bantuan kartu sembako dengan besaran Rp 200 ribu untuk 2 bulan kepada 18,8 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Kedua, kartu sembako PPKM kepada 5,9 juta KPM dengan besaran Rp 200 ribu per bulan selama 6 bulan.
Ketiga, perpanjangan bansos tunai selama 2 bulan (Mei-Juni) yang disalurkan pada bulan Juli untuk 10 juta KPM dengan total alokasi Rp 6,14 triliun. Keempat, perpanjangan subsidi kuota internet selama 5 bulan (Agustus-Desember) untuk 38,1 juta penerima dengan besaran alokasi Rp 5,54 triliun.
Kelima, perpanjangan diskon listrik selama 3 bulan (Oktober-Desember) dengan besaran Rp 1,91 triliun untuk 32,6 juta pelanggan. Ketujuh, perpanjangan bantuan rekening minimum biaya abonemen selama 3 bulan (Oktober-Desember) untuk 1,14 juta pelanggan dengan besaran Rp 420 miliar.
Kedelapan, tambahan Rp 10 triliun untuk program Kartu Prakerja, yang mana rinciannya Rp 8,8 triliun akan digunakan untuk bantuan subsidi upah dan Rp 1,2 triliun akan diberikan untuk program Kartu Prakerja. Bantuan subsidi upah ini diberikan kepada pekerja yang tercatat datanya pada BPJamsostek (BPJS Ketenagakerjaan). “Ini untuk level 3 dan 4 untuk diberikan bantuan ini 2 x Rp 600 ribu,” imbuh Airlangga.
Kesembilan, bantuan beras 10 kg untuk 28,8 juta KPM yang rinciannya pada tahap I disalurkan ke 20 juta KPM dan tahap II kepada 8,8 juta KPM. Kesepuluh, bantuan produktif usaha mikro atau banpres yang diberikan kepada 3 juta penerima yang akan dibagikan pada kuartal II tahun ini dengan besaran Rp 1,2 juta.
“Kemudian, pemerintah juga memberikan bantuan untuk warung dan PKL dengan skema yang sama dengan BPUM. Yaitu untuk 1 juta penerima dengan bantuan Rp 1,2 juta. Ini akan dibagikan melalui TNI dan Polri. Sehingga diharapkan bisa memberikan bantuan ke masyarakat secara tunai, terutama di wilayah yang di level 4,” jelasnya.
Pemerintah juga memberikan bantuan kepada dunia usaha. Yakni untuk sewa toko di pusat perbelanjaan atau mall akan diberikan insentif fiskal berupa pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) untuk masa pajak bulan Juni-Agustus 2021. “Akan diberikan juga untuk sektor lain yang terdampak. Termasuk transportasi, horeka (hotel, restoran, kafe), pariwisata, yang sekarang sedang dalam finalisasi,” imbuh Airlangga.
Mantan Menperin itu menambahkan, pemerintah juga menyatakan kesiapan berbagai fasilitas untuk suplai oksigen. Ada beberapa pabrik yang juga disebutnya telah siap. Di antaranya yakni di Batam, wilayah industri Morowali, Wedabei, kawasan Freeport, maupun di pabrik-pabrik pupuk yang ada di Kaltim.
“Seluruhnya akan ditingkatkan untuk di luar Jawa. Namun, untuk daerah perbatasan itu antara lain di Kalbar dan Kaltara, pemerintah akan memberikan kemudahan untuk impor oksigen dan ini akan segera dibuatkan regulasi yang menyederhanakan,” jelasnya.
Terkait dengan ketersediaan obat, kemudahan impor bahan baku obat-obatan juga tengah disiapkan oleh pemerintah. “Baik itu perusahaan farmasi baik swasta atau BUMN yang mempunyai izin impor,” katanya.
Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan surat edaran (SE) penerapan protokol kesehatan 5M serta kegiatan pada wilayah PPKM. Di dalam SE bernomor 20/2021 tersebut diatur ketentuan kegiatan ibadah untuk wilayah yang masuk zona PPKM Level 3, Level 4, dan PPMK Mikro.
’’Surat edaran ini sebagai ikhtiar lanjutan dalam sosialisasi protokol kesehatan 5M secara lebih ketat,’’ kata Menag Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta kemarin (25/7). Selain itu juga untuk pengaturan kegiatan ibadah atau keagamaan di tempat ibadah. Edaran tersebut ditujukan kepada 12 pihak terkait. Diantaranya adalah pejabat di kantor Kemenag pusat dan daerah sampai ke tingkat KUA di setiap kecamatan. Kemudian untuk pimpinan ormas keagamaan, pengelola tempat ibadah, dan umat beragama secara umum.
Diantara ketentuan di dalam surat edaran tersebut, tempat ibadah di Jawa dan Bali dengan kriteria PPKM Level 3 dan Level 4 tidak mengadakan kegiatan peribadatan. Selain itu juga tidak menjalankan kegiatan keagamaan berjamaah selama masa penerapan PPKM. ’’Dioptimalkan peribadatan di rumah,’’ tuturnya.
Begitupun tempat ibadah di zona orange dan merah penularan Covid-19. Di lokasi ini tempat ibadah tidak boleh mengadakan kegiatan peribadatan keagamaan berjamaah atau kolektif. Kegiatan keagamaan dioptimalkan di rumah umat masing-masing. Sementara itu di zona hijau dan kuning, tempat ibadah diperbolehkan melakukan kegiatan peribadatan bersamaah dengan menerapkan protokol kesehatan 5M. Meliputi penggunaan masker, jaga jarak, mencuci tangan, membatasi mobilitas, serta menjauhi kerumunan.
Kemudian kepada seluruh pengelola tempat ibadah Yaqut meminta supaya menyediakan petugas khusus untuk menginformasikan serta mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan itu. Selain itu melakukan pencegakan tubuh untuk setiap jamaah, menyediakan hand sanitizer, serta menyiapkan cadangan masker medis. ’’Pengelola tempat ibadah melarang jamaah dengan kondisi tidak sehat untuk mengikuti kegiatna peribadatan,'' katanya.
Terpisah, Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane menilai tak ada gunanya melanjutkan kebijakan ppkm. Sebab, kebijakan tersebut dinilai tidak efektif dalam pengendalian Covid-19.
Jika dilihat, kata dia, kasus positif Covid-19 masih tinggi. Kalaupun sempat turun, itu terjadi karena tracing juga turun. Belum lagi angka kematian akibat Covid-19 yang beberapa kali memecahkan rekor sebelumnya. Kemudian, positivity rate masih tinggi di atas 25 persen perminggunya. "Ini masih kondisi berbahaya," ungkapnya saat dihubungi, kemarin (25/7).
Tapi tak heran bila pemerintah kekeuh mengklaim ppkm darurat ataupun pelevelan ini berhasil. karena menurutnya, pembuat regulasi pasti merasa yang dilakukan efektif. "Padahal kalau ditanya ke epidemiolog, enggak lah" katanya.
Diakuinya, pihaknya sempat terheran-hefan dengan perumusan ppkm darurat. Apalagi ppkm dengan pelevelan. Di mana, pemerintah tak lagi menggunakan zona merah, orange, kuning, dan hijau untuk menentukan kondisi penyebaran Covid-19 di daerah tersebut. Namun, menggunakan pelevelan dengan kriteria transmisi dan kapasitas.
Lebih mengheranman lagi ketika tracing menggunakan ukuran rasio lacak. Padahal, menurut dia, tidak ada referensi apapun yang menyebutkan bahwa rasio lacak merupakan ukuran pengendalian.
"Ukuran pengendalian itu berapa persen dari kasus konfirmasi bisa dilacak, minimal 80 persen. Masa gitu gak baca," keluhnya.
Belum lagi soal persepsi kesembuhan sebagai indikator pengendalian. Dia menegaskan, bahwa sembuh bukan indikator pengendalian. Sebab, sembuh itu suatu keharusan. Harus 100 persen. Sembuh sendiri diartikan sebagai berapa persen pasisn masuk rumah sakit lalu keluar sembuh bukan meninggal. Karenanya, isoman yang tanpa gejala (otg) bukan dikatakan sembuh melainkan selesai masa isomannya.
"Jangan membawa sembuh itu indikatir. Ini jangan-jangan daerah juga gak pada ngerti kriteria level 3 dan 4," paparnya.
Ketimbang perpanjang ppkm dengan berbagai macam istilah tersebut, Masdalina lebih menyarankan agar pemerintah kerja keras di lapangan. Mulai dari penguatan 3M.
Dalam pelaksanaannya, tak perlu diukur dengan misalnya kasus naik karena 3M kendor. Padahal 3T kedodoran. Yang perlu dilakukan pemerintah cukup dengan memberikan stok masker jika ditemukan masyarakat yang tak menggunakannya.
"Jadi kalau ada yang gak pake masker bukan difoto, tapi dikasih masker. Gak bisa cuci tangan, dibikin fasilitasnya," tegasnya.
Lalu, perkuat 3T. Hingga kini penguatan testing dinainya masih janji-janji saja. target testing 500 ribu sehari pun belum pernah tercapai.
Target vaksinasi Covid-19 sehari 1 juta pun hanya isapan jempol belaka. Menurutnya, target ini baru tercapai 8 kali pada Juli ini. Bahkan, pernah ada hari yang vaksinasinya hanya 100 ribuan saja
"Jangan harap terkendali kalau ngomong doang. Itu lip service," ungkapnya.
Menurutnya, memang instruksi presiden jelas dalam penanganan Covid-19. sayangnya, instruksi itu kemudian hanya jadi turunan ke bawah. "kenapa gak bisa? Bosnya kebanyakan. Pelaksana gak ada.
Vaksinasi misalnya. Sampai bawah gak ada vaksinnya. Gimana," pungkasnya. (mia/wan/dee/lyn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: