Pemerintah Dinilai Kalah Menghadapi Tekanan Pengusaha
JAKARTA, rakyatbengkulu.com – Keputusan pemerintah melepaskan harga minyak goreng (migor) kemasan sesuai harga pasar atau harga keekonomian, langsung direspon sejumlah toko ritel. Mereka mulai mengeluarkan kembali migor kemasan 1 liter atau 2 liter yang sebelumnya langka atau sulit didapat. Tentunya dengan harga baru.
Dari sejumlah foto yang beredar, toko-toko ritel di Jakarta dan sekitarnya mematok harga migor kemasan 2 liter berkisar Rp 40 ribu. Bahkan ada mematok Rp 47.900. Kemudian untuk kemasan 1 liter ada yang menjual Rp 23.900 per bungkus. Harga ini tentu jauh lebih mahal dibandingkan ketika masih berlaku ketetapan satu harga Rp 14 ribu/liter.
Tetapi pemerintah pada Selasa (15/3) mengumumkan melepas harga migor kemasan ke harga pasar. Pemerintah hanya memberikan subsidi untuk migor curah dengan harga maksimal Rp 14 ribu/liter. Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai keputusan pemerintah menyerahkan pengelolaan minyak goreng pada mekanisme pasar menunjukkan bahwa pemerintah kalah menghadapi tekanan pengusaha minyak goreng. BACA JUGA: Airlangga: Harga Minyak Goreng Curah Disubsidi Agar Menjadi Rp 14 Ribu
Pasalnya, setelah mengadakan pertemuan dengan produsen migor, pemerintah memutuskan untuk menaikkan HET minyak goreng curah di masyarakat menjadi sebesar Rp14 ribu per liter pada 15 Maret lalu Sebelumnya, HET minyak goreng curah Rp 11.500 per liter.
“Selain itu, pemerintah juga mencabut aturan HET minyak goreng kemasan dan menyerahkannya melalui mekanisme pasar,” kata Mulyanto. Menurutnya, para penimbun yang menahan migor murah, akan sorak-sorai merayakan kemenangan ini sambil mencibir inkonsistensi kebijakan pemerintah, serta Mendag yang menjilat ludah sendiri. BACA JUGA: All England 2022, Merah Putih Pasang Target Juara
Dia mengatakan, tidak aneh kalau pengusaha dapat mendikte pemerintah, karena pasar migor bersifat oligopolistik. Menurut data KPPU (Komisi Pengawasan dan Persaingan Usaha), pasar migor dari hulu ke hilir, termasuk terintegrasi ekspor, dominan dikuasai hanya oleh empat produsen.
Mereka memiliki kekuatan yang cukup untuk mengatur produksi dan harga dalam pasar yang bersifat oligopolistik. Mereka jelas tidak mau diganggu. Apalagi harga CPO sedang bagus-bagusnya, menembus angka USD 2.000 per ton.
Penerimaan ekspor Indonesia 2021 atas CPO sebesar USD 28.5 miliar naik 55 persen dibanding 2020 yang hanya USD 18.4 milyar. Padahal, kata politisi PKS itu, secara volume tidak mengalami peningkatan yang signifikan. “Jadi jangan heran kalau para pengusaha ini menikmati durian runtuh windfall profit yang membuatnya semakin kaya,” urainya. Baca Selanjutnya>>>
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: