Skandal Blending BBM, Kejagung Ungkap Modus Korupsi di PT Pertamina Patra Niaga

Kejagung mendapati bahwa para tersangka secara sengaja menurunkan produksi kilang dalam negeri.--Dok/antaranews.com
RAKYATBENGKULU.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap modus blending yang digunakan oleh para tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada tahun 2018–2023.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa praktik blending ini melibatkan pencampuran bahan bakar minyak (BBM) berkualitas rendah dengan BBM beroktan lebih tinggi, kemudian dijual dengan harga premium.
BACA JUGA:Bertahan atau Resign? 5 Pertanyaan yang Harus Kamu Jawab Sebelum Pindah Kerja!
BACA JUGA:Diduga Lakukan Perbuatan Asusila, Mahasiswa Bengkulu Selatan Diamankan Polisi
“Hasil penyidikan adalah RON 90 atau yang di bawahnya itu, tadi fakta yang ada di transaksi RON 88 di-blending dengan RON 92 dan dipasarkan seharga RON 92,” ungkap Qohar dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, dikutip dari antaranews.com
Dalam pengungkapan awal pada Senin (24/2), Kejagung mendapati bahwa para tersangka secara sengaja menurunkan produksi kilang dalam negeri.
Minyak mentah yang diproduksi oleh KKKS juga ditolak, sehingga PT Kilang Pertamina Internasional harus mengimpor Minyak mentah, sementara PT Pertamina Patra Niaga mengimpor produk kilang.
Harga impor tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produksi minyak dalam negeri.
Namun, dalam pengadaan produk kilang, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS), melakukan pembelian BBM dengan spesifikasi RON 90 atau lebih rendah, tetapi membayarnya seharga RON 92.
BACA JUGA:Pastikan Tempat Hiburan Malam Tutup Selama Ramadan, Warung Makan Wajib Pakai Tirai
BBM RON 90 yang dibeli kemudian dicampurkan (blending) dengan BBM beroktan lebih tinggi di fasilitas penyimpanan atau depo agar menghasilkan BBM dengan spesifikasi RON 92.
Praktik ini juga terungkap dalam pengembangan kasus pada Rabu (26/2), di mana Kejagung menetapkan dua tersangka baru, yakni Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, serta Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.
Keduanya, dengan persetujuan Riva Siahaan, melakukan pembelian RON 90 dengan harga RON 92, sehingga menyebabkan pembayaran impor BBM yang tidak sesuai dengan kualitas barang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: