CURUP, RAKYATBENGKULU.COM - Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Sambirejo, Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu terus memaksimalkan sosialisasi dan pendampingan ibu hamil (Bumil).
Termasuk sosialisasi kesehatan reproduksi dan menekan angka pernikahan dini yang disinyalir menjadi hulu kasus stunting.
BACA JUGA:Informasi Khusus bagi Pasangan Belum Punya Anak, Mau Cepat Hamil Jangan Makan 5 Jenis Makanan Ini
Upaya pencegahan stunting tidak hanya dilakukan pada anak, tetapi juga pada janin sejak dalam kandungan. Salah satu poin penting dalam mencegah stunting adalah perlunya pendampingan ibu hamil untuk rutin memeriksakan kehamilannya.
Kini Puskemas Sambirejo, Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong gencar melakukan pendampingan dan pemeriksaan bumil. Mulai dari Ultrasonografi (USG) Kesehatan ibu dan kandungnya.
BACA JUGA:Puskemas Sumber Urib Terapkan Tranformasi Kesehatan, Paket Integrasi Layanan Primer
Kepala Puskesmas Sambirejo, Mery Tresiana E, S.St MTr.Keb saat berbincang dengan rakyatbengkulu.com Rabu (20/11) menerangkan Program Prioritas Nasional (PPN) pelayanan kesehatan bagi masyarakat di 5 desa dan 1 kelurahan.
Yakni Desa Kampung Baru, Desa Suban Ayam, Desa Air Putih Kali Bandung, Desa Kali Padang, Desa Sambirejo dan Kelurahan Air Duku terus dimaksimalkan, khususnya tgerkait kasus stunting.
"Pelaksanaan posyandu, sosialisasi atau yang lebih dikenal posyandu remaja sangat penting untuk pengukuran yang valid, guna menghindari terjadinya angka stunting yang tidak diinginkan. Posyandu remaja ini juga guna menekan angka pernikahan dini, apalagi tingkat edukasi ke masyarakat yang menyasar remaja dan orangtua," terang Mery Tresiana.
Mery Tresiana menambahkan ada tiga poin utama dalam menangani stunting. Pertama, fokus harus diberikan pada ibu hamil, remaja dan keluarga.
BACA JUGA:Selamat! Jatah BOK Puskesmas di Bali 76 Miliar: KB 40 Miliar
Kedua, perlu konvergensi, dimana penanganan stunting berupa kerja sama dan penting untuk memastikan anggaran yang tersedia benar-benar sampai ke tingkat desa melalui program sosialisasi.
Ketiga, penanganan stunting harus bersifat budaya, target penurunan sebesar 14 persen bukan berarti berhenti di situ. Melainkan harus diterapkan secara berkelanjutan.