HONDA

Firli Bahuri Tetap Dinanti Kedatangannya, Komnas HAM: Ghufron Tak Bisa Jawab Semua Pertanyaan

Firli Bahuri Tetap Dinanti Kedatangannya, Komnas HAM: Ghufron Tak Bisa Jawab Semua Pertanyaan

 

JAKARTA  - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memang telah menerima keterangan dari Nurul Ghfuron sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kamis (17/6). Namun demikian, mereka tetap butuh keterangan dari empat pimpinan KPK lainnya. Untuk itu, kehadiran Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nawawi Pamolango, dan Lili Pintauli Siregar masih dinantikan oleh Komnas HAM.

Menurut Komisioner Komnas HAM Bidang Penyelidikan dan Pemantauan Choirul Anam, timnya perlu mendapat keterangan dari empat pimpinan KPK tersebut karena ada beberapa hal yang tidak bisa dijawab oleh Ghufron. Dia paham, Ghufron dikirim oleh KPK sebagai perwakilan lima pimpinan KPK. "Sejak awal Pak Ghufron bilang bahwa kami, bahwa dia mewakili pimpinan yang lain. karena sifatnya kolektif kolegial," bebernya.

Meski begitu, Anam menekankan, pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh Ghufron mestinya dapat dijawab oleh pimpinan KPK lainnya. Misalnya pertanyaan terkait ide pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) yang tidak bisa dijawab oleh Ghufron. "Ada beberapa konstruksi pertanyaannya memang bukan wilayah kolektif kolegial," kata dia. "Tapi, (masuk) wilayah yang sifatnya kontribusi para pimpinan (KPK) per individu," tegasnya. Untuk itu, dia berharap, empat pimpinan KPK di luar Ghufron bisa datang ke Komnas HAM.

Timnya, Anam meneruskan, tidak akan mengirim kembali surat panggilan untuk empat pimpinan KPK tersebut. Sebab, sejak awal surat yang dikirim Komnas HAM ke KPK ditujukan kepada seluruh pimpinan lembaga antirasuah itu. "Kalau mau datang, kami tunggu sampai akhir bulan ini," tegas Anam. Dia menyampaikan hal tersebut karena timnya harus menuntaskan tindak lanjut laporan 75 pegawai KPK paling lambat awal bulan depan.

Berkaitan dengan pendalaman yang dilakukan Komnas HAM kepada Ghufron, Anam menyebut, ada banyak hal yang ditanyakan sejak timnya mulai menanyai Ghufron mulai pukul 10.00 sampai 15.00 kemarin. Dia belum bisa membuka semua hasil pendalaman tersebut. Namun, ada satu temuan yang menunjukkan perbedaan keterangan dari Ghufron dengan perwakilan BKN. "Sehingga itu memang harus kami dalami lagi," imbuhnya.

Perbedaan keterangan KPK dan BKN yang dimaksud oleh Anam ada yang terkait persoalan subtansial. Ada pula yang bersifat teknis. Terkait dengan pengambilan kebijakan sampai proses pelaksanaan TWK. Sementara itu, Ghufron menyatakan bahwa pihaknya sudah menjelaskan banyak hal terkait dengan TWK yang dipersoalkan oleh 75 pegawai KPK. Baik yang terkait dasar hukum maupun prosesnya.

Saat ditanyai berkaitan dengan hasil TWK yang diminta oleh puluhan pegawai KPK itu, Ghufron menyebut bahwa hal tersebut tidak sepenuhnya merupakan wewenang KPK. Ada kewenangan Badan Kepegawaian Negara (BKN) terkait hal tersebut. "KPK tidak memiliki kompetensi untuk menilai apakah hasil TWK yang bersifat personal itu merupakan dokumen yang bisa dibuka atau tidak," imbuhnya.  "Sekali lagi, kami tidak berkompetensi untuk menyatakan iya atau tidak, itu adalah ranahnya BKN," tambah dia.

Sementara itu, keinginan perwakilan 75 pegawai KPK untuk mendapat hasil asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) belum juga mendapat lampu hijau dari KPK. Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut sejauh ini pihaknya masih berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) terkait dengan permohonan tersebut.

Ali menegaskan bahwa data hasil TWK yang diterima KPK pada 27 April lalu itu merupakan data kolektif. Sedangkan data yang dimohonkan pegawai merupakan data pribadi masing-masing. "Sehingga sudah seharusnya KPK berkoordinasi dengan BKN dalam rangka pemenuhan permohonan tersebut," ujarnya. Koordinasi, kata Ali, diperlukan karena data tersebut tidak sepenuhnya dibawah penguasaan KPK.

Perwakilan tim 75 Budi Agung Nugroho meminta KPK untuk menyampaikan kebenaran dan menghentikan pernyataan-pernyataan blunder dan menyesatkan. Menurut Budi, jika karakteristik data yang diminta mestinya tidak butuh waktu lama bagi KPK untuk berkoordinasi dengan BKN. "Apalagi, seharusnya semua data tersebut, sudah tersedia bahkan sebelum TWK berlangsung," ujarnya.

Secara umum, ada delapan poin yang diminta pegawai dalam surat permohonan keterbukaan informasi tersebut. Diantaranya, hasil asesmen TWK yang meliputi tes tertulis, dan tes indeks moderasi bernegara (IMB). Kemudian kertas kerja penilaian lengkap dari BKN atas hasil asesmen yang memuat metodologi penelitian, kriteria penilaian, rekaman atau hasil wawancara, analisis asesor dan. saran dari asesor.

Poin lainnya adalah dasar penentuan unsur-unsur yang diukur dalam asesmen. Serta dasar penentuan kriteria memenuhi syarat (MS) dan tidak memenuhi syarat (TMS). Berikutnya acuan penentuan pewawancara, kertas kerja asesor, berita acara penentuan lulus atau tidak lulus oleh asesor. "Kami juga minta KPK membuka tantang acuan memberikan data-data yang diberikan KPK kepada asesor," ungkapnya. (syn/tyo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: