Awas, Pajak Raib Rp 367,4 Juta!
Kabid Pendapatan 1 BKD Mukomuko Deftri Maulana, S.STP (duduk), tengah mengecek pemasukan sektor pajak yang sudah terealisasi.foto:Peri Rb--
MENEKAN kenaikan pendapatan asli daerah (PAD) dari masyarakat.
Namun nyatanya, Pemkab Mukomuko sendiri masih lolos dari penegasan pajak yang mestinya diselesaikan di organisasi perangkat daerah (OPD).
Anggaran belanjanya terdapat di masing-masing OPD di lingkungan Pemkab Mukomuko.
Kali ini, khusus PAD dari sektor pajak restoran.
Yang jika Pemkab lengah, berpotensi kehilangan pajak restoran dari lingkungan Pemkab Mukomuko, sampai Rp 367,4 juga lebih.
10 persen dari pagu belanja makanan dan minuman OPD tahun 2022 Rp 3,67 miliar.
Adanya potensi kelalaian tersebut, turut dibuktikan dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang menduga di tahun 2021, terdapat potensi pendapatan yang tidak diterima Pemkab Mukomuko.
Menurut sumber RB, PAD dari pajak restoran untuk tahun lalu, BPK “curigai” adanya potensi pendapatan dari pajak restoran, yang tidak diterima Pemkab setidaknya sebesar Rp 227,2 juta.
Pasalnya, BPK mendapatkan, setidaknya ada empat item belanja makanan dan minuman di lingkungan Pemkab Mukomuko.
BACA JUGA: Randis Menunggak Pajak Rp 700 Juta
Dengan nilai totalnya mencapai Rp 4,7 miliar.
Rinciannya, belanja makanan dan minuman rapat sebesar Rp 2,8 miliar.
Lalu belanja makanan dan minuman jamuan tamu sebesar Rp 827,03 juta.
Berikutnya belanja makanan dan minuman pada fasilitas pelayanan urusan kesehatan sebesar Rp 162,6 juta.
Dan belanja makanan dan minuman aktivitas lapangan sebesar Rp 879,9 juta.
Dan belanja makanan dan minuman itu, belum termasuk item belanja makanan dan minuman yang dananya bersumber dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang nilainya realisasi belanja BOS itu mencapai Rp 17,9 miliar.
Lalu, belanja makanan dan minuman yang dananya bersumber dari belanja dan jasa jaminan kesehatan nasional (JKN) yang realisasi belanjanya mencapai Rp 21,8 miliar.
Dari pagu anggaran belanja makanan dan minuman pada empat item tersebut, seyogyanya, Pemkab Mukomuko mendapatkan pendapatan pajak restoran mencapai Rp 474,07 juta.
Sebab pajak restoran yang ditetapkan Pemkab, sebesar 10 persen dari nilai transaksi.
BACA JUGA: Rizieq Shihab Bebas Hari Ini, Penasihat Hukum Sebut untuk Semua Kasus yang Didakwakan
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Mukomuko Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
Dinyatakan dalam pasal 13, bahwa tarif pajak restoran ditetapkan sebesar 10 persen.
Hitungan 10 persen, sesuai pasal 12 di Perda itu, bahwa dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima restoran.
Oleh sebab itu, masih menurut sumber RB, BPK menghitung, pemasukan pajak restoran dari belanja Pemkab saja, semestinya bisa sebesar Rp 474,07 juta.
Namun angka yang diakui masuk ke kas daerah, terkait dengan pendapatan dari sektor pajak restoran, hanya sebesar Rp 206,2 juta.
Ditambah lagi adanya piutang tidak tertagih sebesar Rp 40,5 juta.
Dengan begitu, setelah dikurangi seluruhnya, maka diduga telah terjadi kehilangan pajak restoran, atau potensi pajak restoran yang tidak diterima dan diakui sebesar Rp 227,2 juta.
BACA JUGA: Zohri Mahrus Ukir Prestasi Bidang Debat
Padahal, Pemkab Mukomuko telah memasang perangkat tapping box di sejumlah restoran, rumah makan, buffet dan warung makan.
Bekerja sama dengan Bank Bengkulu. Tapping box merupakan alat yang dipasang di restoran wajib pajak, untuk merekam catatan transaksi pada restoran tersebut.
Pemasangan dilakukan Bidang Pendapatan, dengan tujuan mengoptimalkan penerimaan daerah yang berasal dari pajak restoran.
Namun yang terjadi, tidak seluruh anggaran belanja makanan dan minuman itu, dibelanjakan bendahara pengeluaran di restoran atau rumah makan yang memiliki tapping box.
Jika pun ada, diduga bendahara pengeluaran dengan sengaja bertransaksi tidak menggunakan mesin tapping bos tersebut.
Dan diduga bendahara pengeluaran tidak memungut pajak restoran atas transaksi di restoran yang belum memiliki tapping box.
BACA JUGA: Berantas Aksi Kriminal di Jalan Lintas Curup – Linggau, Pemkab RL Pilih Langkah Pendekatan
Padahal semestinya, bendahara pengeluaran melakukan realisasi belanja makanan dan minuman di restoran yang sudah punya tapping box.
Serta melaksanakan tugasnya sebagai bendahara pengeluaran, untuk memungut pajak restoran atas seluruh realisasi belanja makanan dan minuman pada tempat yang belum menggunakan tapping box.
Aktivitas demikian yang diduga dilakukan bendahara pengeluaran itu, diduga tidak sesuai dengan Perda Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pajak Daerah.
Padahal dinyatakan di pasal 9, bahwa dipungut pajak atas setiap pelayanan di restoran.
Kemudian di pasal 10 Perda tersebut, pada ayat 1 juga dinyatakan, objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran.
Pada ayat 2, pelayanan yang disediakan restoran meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain.
Lalu di pasal 11 ayat 1, subjek pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari restoran.
Pada ayat 2, wajib pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan restoran.
BACA JUGA: Dua Pengeroyok Polisi di Kafe, Masuk DPO
Tindakan yang diduga dilakukan bendahara pengeluaran itu, juga tidak sesuai dengan Peraturan Bupati (Perbup) Mukomuko Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sistem Dan Prosedur Pemungutan Pajak Restoran Mukomuko.
Yang mana di pasal 2, juga menegaskan bahwa obyek pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran restoran.
Dan subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan restoran.
Pada pasal 4, menyatakan, dasar pengenaan pajak adalah pembayaran yang dilakukan kepada restoran.
Dan di pasal 5 ayat 1, tarif pajak ditetapkan 10 persen dari jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran.
Harusnya, bendahara pengeluaran hanya bertranskasi menggunakan mesin tapping box, di restoran yang sudah memiliki mesin tapping box.
Dan memungut pajak restoran atas realisasi belanja makanan dan minuman, di restoran yang belum memiliki mesin tapping box.
Kabid Pendapatan Badan Keuangan Daerah Mukomuko, Deftri Maulana, S.STP mengatakan, tahun 2021 itu, pihaknya telah menerbitkan 1.758 lembar surat ketetapan pajak daerah (SKPD).
Atas pajak restoran dari 165 wajib pajak (WP) restoran, rumah makan, buffet, dan warung makan.
BACA JUGA: Surat Izin Dewan Belum Turun, 450 Siswa Terancam Putus Sekolah
“Dari jumlah itu, terdapat 18 WP yang ditetapkan SKPD-nya berdasarkan omzet. SKPD lainnya lagi, ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
SKPD itu surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang,” terangnya.
Mengenai kepatuhan OPD, diklaimnya, terbilang tinggi.
Itu setelah pihaknya melayangkan surat ke OPD-OPD, mengenai penarikan pajak restoran dari anggaran belanja makanan dan minuman.
“Jadi sebenarnya, pendapatan kita itu meningkat. Sebelumnya, pajak restoran itu rendah, hanya puluhan juta. Sedangkan ini, kita sudah berhasil lebih dari Rp 200 juta masuk ke daerah,” klaim Deftri.
OPD pun ditagih bukti pajak pada setiap belanja makanan dan minumannya.
Walaupun tidak ditampiknya, ada juga kejadian, OPD telah belanja, namun pihak rumah makan yang diduga tidak melaporkan pajaknya ke daerah.
BACA JUGA: Gempa M 5,8 Guncang Bengkulu Tak Berpotensi Tsunami dan Gempa Susulan
“Terus di instansi vertikal, belum ada kerja sama kita terakit denga pajak restoran ini. Seyogyanya, yang nyetorkan pajak restoran itu, ya rumah makan itu sendiri,” imbuhnya.
Diakuinya, penerapan tapping bos belum berjalan maksimal.
Apalagi pemasangan tapping box, masih di tempat usaha yang ada di Kecamatan Kota Mukomuko.
Sedangkan di kecamatan lain, belum tersentuh.
Hal itu menyebabkan kecemburuan antar sesama pemilik usaha yang sama.
“Selain terkendala karena Covid-19, yang menyebabkan pemilik usaha belum berani menaikkan harga.
Juga kendala lain, ada semacam kecemburuan. Karena belum semua rumah makan memakai tapping box,” kata Deftri.
Soal adanya temuan BPK, ia pun membenarkan.
Namun menurutnya, tidak semua belanja makanan dan minuman, untuk belanja makanan.
Ada pula belanja minuman yang itu beda tempat pembeliannya.
BACA JUGA: Tsk Replanting Diperiksa Lagi, Ini Penampakkannya
Kemudian ada pula untuk membeli kudapan ataupun kue cepat saji.
“Sehingga ada yang hanya dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN), tidak ada pajak restoran,” ucapnya.
Deftri menyebut, belum tahu apa yang akan dilakukan ke depan, untuk lebih memaksimalkan pemasukan daerah dari sektor pajak restoran.
Penambahan tapping box pun belum jadi pilihan.
Lantaran tapping box yang ada sekarang belum kunjung maksimal pemanfaatannya.
“Kedepan belum tahu upayanya. Kita masih berusaha memaksimalkan tapping box yang ada.
Dan itu terus kita evaluasi, per tiga bulan, kita turun mengecek pemanfaatan tapping box.
Jadi belum ada rencana penambahan baru. Sementara yang ada saja belum maksimal,” tandasnya.
Penjabat Sekda Mukomuko, Drs. Yandaryat Priendiana menyatakan, pihaknya telah menekankan seluruh OPD.
Bahwa tidak akan dicairkan pengajuan pencairannya, jika tidak dilengkapi bukti bayar pajak.
Bukan saja pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, termasuk pajak restoran.
BACA JUGA: Cek Fakta Sengketa Lahan Transmigrasi
“Justri kita lebih tegas kalau masalah pajak restoran ini.
Tidak ada pencairan kalau mereka tidak ada bayar pajak restoran.
Penekanan kita sudah jelas, pokoknya harus bayar.
Semua OPD wajib proses pencarian mereka sudah setorkan seluruh jenis pajak yang terkait,” tegas Yandaryat.
Terkait penerapan tapping box, disebut Yandaryat, sebenarnya masih uji coba. Dan penerapannya makin tidak maksimal, karena bertepatan dengan pandemi Covid-19.
Bahkan dari asosiasi perhotelan dan restoran meminta keringanan membayar pajak dan itu direspon bupati dengan memberikan keringanan.
“Tapping box masih ujicoba. Ada beberapa sudah dipasang dan ada yang tidak. Karena masalah ekonomi.
Tapi untuk tahun 2023, mau tidak mau, gunakan tapping box. Apalagi sistem pajak kita nanti, sistem online.
Komitmen kita jelas, dalam meningkatkan PAD,” demikian Yandaryat. (hue)
Pagu Anggaran Belanja Makanan dan Minuman di OPD-OPD
OPD Pagu Belanja Makanan dan Minuman
Dishanpan Rp 39.600.000
Dinkes Rp 194.484.500
RSUD Rp 83.080.000
Setwan Rp 591.370.000
Setda Rp 990.515.000
Diskapda Rp 62.577.500
Bapelitbangda Rp 211.355.000
BKPSDM Rp 115.237.500
Diskominfo Rp 46.142.500
DLH Rp 50.713.960
Disparpora Rp 46.117.500
DPMPPTK Rp 57.325.000
Disdikbud Rp 158.685.000
DPPKBP3A RP 447.372.500
DKP Rp 40.385.000
Disperindag Rp 59.485.000
Distan Rp 108.575.000
Disperkim Rp 83.765.000
Satpol Rp 36.917.500
Dinsos Rp 77.865.000
Ipda Rp 112.775.000
Air Dikit Rp 11.987.500
Air Rami Rp 7.000.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: