Suria Kartalegawa, Tokoh Pribumi yang Menolak Keras Kemerdekaan RI 1945, Ini Alasannya!
Tokoh pribumi Suria Kartalegawa, menolak keras kemerdekaan RI 1945 beserta alasannya.--dokumen/rakyatbengkulu.com
Suria Kartalegawa percaya bahwa bangsa Indonesia belum siap untuk memerintah diri sendiri dan khawatir bahwa kemerdekaan akan membawa ketidakstabilan politik dan sosial.
Suria Kartalegawa menganggap kemerdekaan sebagai ancaman bagi posisi dan kekuasaan bangsawan di bawah sistem kolonial.
Dimana para priyayi diberi hak istimewa dan peran sebagai perantara antara rakyat dan pemerintah Belanda.
BACA JUGA:Fakta Unik dan Sejarah dari Kapal Pinisi, Perahu Layar Tradisional Khas Indonesia
BACA JUGA:Fakta Unik dan Sejarah Pedang Arslantepe yang Dianggap Pedang Tertua di Dunia
Suria Kartalegawa juga menilai bahwa perjuangan nasionalisme Indonesia yang berpusat pada kemerdekaan dari Belanda sebagai sesuatu yang radikal dan akan menimbulkan perpecahan di masyarakat.
Suria Kartalegawa lebih mendukung gagasan "Kemerdekaan Bertahap" di bawah pengawasan Belanda, dengan pengandaian bahwa suatu hari nanti Indonesia akan mampu memerintah diri sendiri namun tetap dalam ikatan kerja sama dengan Belanda.
Hal ini berbeda dari sikap tokoh-tokoh pergerakan nasional lain yang menginginkan kemerdekaan penuh tanpa intervensi asing.
3. Aksi dan Penolakan Terhadap Kemerdekaan
BACA JUGA:Sejarah Setrika dari Masa ke Masa, Ternyata Sudah Dimulai dari Zaman Kuno
BACA JUGA:Menelusuri Keberadaan dan Fakta Menarik Masjid Jamik: Masjid Bersejarah di Kota Bengkulu
Sebagai anggota Volksraad, Suria Kartalegawa berupaya menentang setiap usulan yang bertujuan mempercepat kemerdekaan Indonesia.
Suria Kartalegawa menolak gagasan-gagasan yang diajukan oleh para nasionalis di Dewan Rakyat, seperti Soetardjo Kartohadikusumo, yang mengajukan petisi kemerdekaan.
Suria Kartalegawa secara aktif berbicara menentang konsep kemerdekaan, bahkan pada masa-masa akhir pemerintahan kolonial Belanda ketika tekanan untuk merdeka semakin menguat.
Ketika proklamasi kemerdekaan dikumandangkan pada 17 Agustus 1945, Suria Kartalegawa dan tokoh-tokoh yang sehaluan dengannya tetap menolak untuk mengakui kemerdekaan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: berbagai sumber