Selain faktor ekonomi, kurangnya pendidikan politik juga berkontribusi besar dalam masalah ini. Banyak pemilih pemula atau masyarakat umum yang belum memahami pentingnya memilih berdasarkan program kerja dan visi kandidat, bukan semata-mata karena pemberian materi.
Akibatnya, politik uang yang awalnya hanya terjadi dalam bentuk kecil kini semakin meluas dan dianggap wajar.
"Politik uang ini sulit untuk dibuktikan, sama dengan halnya korupsi yang tercium tapi tidak terlihat. Analogi sederhananya seperti orang buang angin, berbau tapi tidak terlihat," kata Fahruri.
BACA JUGA:Waspada Serangan Hewan Penular Rabies, Mukomuko Siapkan 250 Vial Vaksin
BACA JUGA:Harga Sawit Anjlok Bikin Pemilik Ram Rugi, Petani Masih Bertahan
Dampak Politik Uang
Burhanuddin Muhtadi, Direktur Eksekutif Indikator Indonesia, berdasarkan rilis hasil survei yang disampaikan baru-baru ini menyatakan terdapat 35 persen responden yang menentukan pilihannya karena uang pada Pemilu 2024 dan meningkat dari dari tahun 2019 yang sebesar 28 persen.
Indikator Indonesia melakukan survei seusai pencoblosan Pileg/ Pilpres pada 14 Februari di 3 ribu TPS. Dengan jumlah responden sebanyak 2.975 menunjukkan pemilih yang menolak politik uang menurun.
Pada Pemilu 2024 didapati prosentase 8 persen yang menolak politik uang, sedangkan pada 2019 sebesar 9,8 persen.
Sementara itu, Berdasarkan data dari Bawaslu Kota Bengkulu, pada Pemilu 2024 terdapat 38 laporan ataupun temuan adanya tindakan politik uang.
BACA JUGA:Bapak Guru Ini Menangis Saat Muridnya Memberikan Hadiah di Momen Hari Guru Nasional
BACA JUGA:Promo Pilkada 2024 di Wahana Surya Park: Beli 1 Tiket Gratis 1, Hanya 27 November!
Laporan dan temuan itu terdiri dari 31 kasus yang dijadikan pelanggaran administrasi. Kemudian, dua kasus ditetapkan sebagai pelanggaran etik dan lima ditetapkan sebagai sebagai tindak pidana, namun untuk lima kasus pidana tersebut dihentikan karena kurangnya cukup bukti.
Penindakan Politik Uang
Ahmad Maskuri, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kota Bengkulu, mengungkapkan bahwa setiap bentuk pelanggaran akan diproses sesuai tingkatannya.
"Sanksi politik uang dibagi dalam tiga tahap, mulai dari pelanggaran administrasi hingga tindak pidana, yang selanjutnya direkomendasikan ke KPU atau pihak terkait," kata Ahmad.
Kasus politik uang telah terjadi di beberapa wilayah, termasuk kasus Paris Balinono, anggota DPRD Pasangkayu, yang divonis tiga bulan penjara dan didenda Rp200 juta.
BACA JUGA:Bawaslu Provinsi Bengkulu Lakukan Patroli Pengawasan untuk Pastikan Masa Tenang Kondusif