
RAKYATBENGKULU.COM - Makanan pedas telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya kuliner Indonesia.
Baik itu sambal terasi, ayam penyet, atau gulai, orang Indonesia tampaknya tidak bisa lepas dari rasa pedas.
Tapi, benarkah ini hanya kebiasaan atau ada pengaruh budaya yang mendalam di balik kecintaan tersebut?
Faktanya, cita rasa pedas bukan hanya soal rasa, tapi juga pengalaman sensorik yang memicu reaksi fisik.
Ketika kita mengonsumsi makanan pedas, tubuh merespons dengan melepaskan endorfin, yang memberikan rasa bahagia atau euforia.
Ini mungkin menjelaskan mengapa banyak orang Indonesia merasa "ketagihan" dengan rasa pedas, dan tak jarang malah mencari makanan pedas sebagai pelampiasan stres.
BACA JUGA:Mindset Cowok yang Bikin Dia Layak Jadi Partner Hidup, Bukan Cuma Pacar
BACA JUGA:Logika vs Feeling, Mana yang Harus Didengar dalam Mengambil Keputusan?
Ini bukan sekadar soal kebiasaan, melainkan pengalaman yang mengundang sensasi dan kepuasan tersendiri.
Namun, pengaruh budaya juga memainkan peran yang besar dalam kebiasaan makan pedas di Indonesia.
Indonesia dikenal dengan kekayaan rempah-rempah dan bumbu-bumbu yang kaya rasa.
Dari Aceh hingga Papua, setiap daerah memiliki cara tersendiri dalam mengolah makanan pedas.
Sambal, misalnya, bukan hanya pelengkap, tetapi hampir menjadi makanan utama yang menyatu dengan hidangan lainnya.
Bisa dibayangkan bagaimana kebiasaan ini diturunkan dari generasi ke generasi, membentuk pola makan yang terus melekat dalam kehidupan sehari-hari.
BACA JUGA:Honda Luncurkan ICON e: dan CUV e: di Bengkulu, Hadirkan Inovasi Ramah Lingkungan