Awards Disway
HONDA

Kembalikan Tanah Rakyat! Suara dari Bengkulu untuk Mengakhiri Monopoli Lahan Korporasi

Kembalikan Tanah Rakyat! Suara dari Bengkulu untuk Mengakhiri Monopoli Lahan Korporasi

Masyarakat dan aktivis di Bengkulu mendesak pemerintah kembalikan tanah yang dipinjamkan kepada korporasi demi keadilan agraria dan masa depan rakyat.--dokumen/rakyatbengkulu.com

BENGKULU, RAKYATBENGKULU.COM - Suara peluit, genderang, dan pekikan orasi membelah siang yang terik di halaman kantor Gubernur Bengkulu.

Ratusan orang berdiri berjejer, sebagian membawa spanduk besar dengan huruf tebal: “Tanah untuk Rakyat, Bukan untuk Korporasi” dan “Cabut Izin Konsesi, Kembalikan Hak Kami”.

Hari itu, koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari petani, mahasiswa, lembaga adat, hingga aktivis lingkungan hidup, bersatu menyuarakan desakan: kembalikan tanah yang dipinjamkan kepada korporasi.

Aksi damai ini bukan sekadar unjuk rasa, tetapi simbol dari luka panjang masyarakat kecil yang terpinggirkan oleh skema pembangunan berbasis investasi skala besar.

BACA JUGA:Polemik SMAN 5 Kota Bengkulu, Edison Simbolon Minta Sekolah dan Dinas Pendidikan Tanggung Jawab

BACA JUGA:INFO GRAFIK: Meningkatkan Listrik dari Panas Bumi

Di tengah kerumunan, seorang perempuan maju ke depan. Ia adalah Puji Hendry Julita Sari, petani dari Bengkulu Selatan sekaligus Ketua Lembaga Ruang Puan Bengkulu. Dengan suara bergetar, ia menyampaikan kesaksian.

“Sudah terlalu lama rakyat kecil dipinggirkan dari tanahnya sendiri. Tanah-tanah ini dulunya ruang hidup kami sebelum diambil alih atas nama pembangunan. Kini saatnya dikembalikan kepada yang berhak,” ucapnya, disambut sorakan dukungan massa.

Dampak Sosial Ekonomi dari Monopoli Lahan

Bagi masyarakat desa, tanah adalah sumber kehidupan: dari tanah mereka menanam, dari tanah mereka memberi makan keluarga, dari tanah pula mereka menjaga budaya dan tradisi. Namun monopoli lahan oleh korporasi besar telah melahirkan ketimpangan yang nyata.

Ketika ribuan hektare tanah jatuh ke tangan perusahaan, petani kecil kehilangan sumber penghasilan. Akibatnya, banyak yang terpaksa bekerja sebagai buruh dengan upah rendah di perkebunan yang dulunya berdiri di atas tanah mereka sendiri. Sementara itu, generasi muda desa kehilangan akses untuk bertani, membuat mereka terpaksa merantau ke kota.

BACA JUGA:INFO GRAFIK: RPL untuk Tingkatkan Kualitas Guru

BACA JUGA:Menjamin akses pendidikan anak pekerja migran Indonesia di Malaysia

Sejak era 1990-an, jutaan hektare tanah di Indonesia diberikan kepada perusahaan besar melalui izin Hak Guna Usaha (HGU).

Dalihnya jelas: menarik investasi, meningkatkan produksi pangan dan energi, serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun tiga dekade kemudian, hasilnya jauh dari janji.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: