Minyak DMO
"MINYAK GORENG" sudah bisa didapat di mana-mana –yang dinyanyikan Iwan Fals itu. Baru satu bulan diluncurkan yang menonton sudah hampir 800.000.
Syairnya sungguh mewakili perasaan umum –tanpa kita pernah mencoblos gambar penyanyinya. Minyak Goreng menguap Hilang & lenyap di pasar Semua Ibu-ibu menggerutu (pun Bapak-bapaknya sudah barang tentu) Itu baru pembukaannya.
Bagian-bagian berikutnya, Anda sudah tahu: lebih menggigit lagi. Apalagi ketika Anda menyanyikannya usahakan suara Anda dimirip-miripkan suara Iwan Fals.
Kelihatannya Presiden Jokowi marah sekali. Bukan pada penyanyinya, tapi pada yang menyebabkan lagu itu diciptakan. Lagu itu akan abadi. Sebagai catatan kebudayaan: bahwa suatu hari yang panjang di tahun 2022, ketika rakyat lagi sengsara akibat pandemi, tiba - tiba dicekik oleh harga minyak goreng yang tinggi, di suatu negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia.
Betapa besar ironi itu. Betapa marah presiden di negara itu. Betapa teriris sembilu, hati seorang seniman ''bongkar'' seperti Iwan Fals. Pun ketika Jaksa Agung ST Burhanuddin sudah mengumumkan empat orang tersangka minyak goreng, Presiden Jokowi masih mengeluarkan perintah: usut sampai tuntas.
Sial banget para tersangka itu. Mereka dianggap melakukan perbuatan melanggar UU Perdagangan (UU No 7/2014). Yakni di sekitar peraturan DMO –yang peraturan itu sendiri sudah dicabut oleh yang mengeluarkannya: menteri perdagangan.
Belum ada pasal KUHP yang dikenakan. Juga belum ada UU Tipikor yang dipersangkakan. Rupanya belum ditemukan ''ada uang di balik pelanggaran'' itu.
Mungkin itu yang dimaksud Presiden Jokowi dengan instruksi terbarunya. Lagi ditelusuri ke sana. DMO (Domestic Market Obligation) adalah jalan keluar. Yakni untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng di dalam negeri.
Setiap eksporter diwajibkan mengalokasikan minyak untuk dijual di dalam negeri. Agar jangan semua diekspor. Meski harga ekspor lagi menggiurkan.
Awalnya Menteri Perdagangan Mohamad Lutfi hanya menetapkan DMO itu 20 persen dari jumlah yang diekspor. Di DPR Lutfi didesak untuk menambah angka itu. Jadilah 30 persen.
Mungkin sistem on line belum diterapkan. Para eksporter datang ke kantor kementerian perdagangan. Alasan mereka: untuk mendapat bukti pemenuhan DMO. Agar bisa ekspor.
Begitulah yang diungkapkan direktur asosiasi produsen kelapa sawit. Kejagung mungkin mendapatkan bukti bahwa kedatangan mereka tidak hanya untuk itu.
Intinya, Kejagung menemukan ini: jatah DMO belum dipenuhi, izin ekspor sudah dikeluarkan. Itulah pelanggaran yang mereka lakukan. Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Baca Selanjutnya>>>
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: