
Dalam perkembangannya, anggota DPRD yang terlibat mulai menagih fee proyek yang telah dijanjikan oleh Kadis PUPR. Uang fee tersebut dijanjikan akan diberikan sebelum Hari Raya Idul Fitri.
Pada akhirnya, MFZ menyerahkan uang sebesar Rp2,2 miliar, dan ASS sebesar Rp1,5 miliar kepada Kepala Dinas PUPR sebagai jatah bagi para anggota DPRD. Dana ini diperoleh dari pencairan proyek yang telah berjalan.
Tim KPK yang melakukan OTT berhasil mengamankan uang sebesar Rp2,6 miliar dari rumah Kepala Dinas PUPR.
Selain itu, sejumlah tersangka lain juga berhasil diamankan.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi pelajaran bagi pejabat publik agar tidak menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi.
“Saya ingin ingatkan kepada seluruh kepala daerah, legislatif, yang masih baru-baru dilantik beberapa waktu lalu, ini merupakan hal yang menjadi perhatian pejabat untuk tidak melakukan praktik penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi, yang tentunya berdampak pada aspek penegakan hukum,” ujarnya.
Pasal yang Dikenakan
Para tersangka akan dijerat dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Untuk penerima suap, yakni NOP, FJ, UH, dan MFR, dikenakan Pasal 12 a atau Pasal 12 b, Pasal 12 f, dan Pasal 12 B dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
BACA JUGA:Perayaan Ulang Tahun dalam Islam: Bolehkan atau Justru Haram? Simak Pendapat Ulama!
Sementara itu, dua pihak swasta, MFZ dan ASS, dikenakan Pasal 5 Ayat 1 a atau Pasal 5 Ayat 1 b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang juga telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Kasus ini masih terus dikembangkan oleh KPK, dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru yang terlibat dalam skandal suap proyek di OKU.